Bisnis.com, JAKARTA - Wall Street beragam pada akhir perdagangan Senin (2/10/2023) karena investor mempertimbangkan kemungkinan The Federal Reserve perlu mempertahankan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama.
Indeks S&P 500 naik 0,49 poin atau 0,01 persen ke 4.288,54, Indeks Komposit Nasdaq meningkat 88,45 poin atau 0,67 persen ke 13.307,77, dan Indeks Dow Jones Industrial Average turun 74,08 poin atau 0,22 persen ke 33.433,42.
Gubernur Fed Michelle Bowman mengatakan ia tetap mendukung kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS pada pertemuan mendatang apabila data menunjukkan perkembangan inflasi terhenti atau berjalan terlalu lambat, mengutip Antara.
Pada bulan lalu, The Fed menyatakan kemungkinan akan menaikkan suku bunga lagi karena kesulitan untuk membawa inflasi mendekati target tahunan 2 persen.
"Kita mengakhiri September dengan pasar yang diselimuti oleh ketidakpastian. Memasuki bulan ini, pasar memerlukan konfirmasi bahwa pendapatan perusahaan sedang bergerak lebih tinggi dan perlu dipastikan ke mana arah The Fed," kata Kepala Strategis Global LPL Financial Quincy Krosby di Charlotte, Karolina Utara, dikutip dari Reuters.
Menurut Krosby, investor terus mencermati kenaikan imbal hasil obligasi AS. Namun, kenaikan pada awal pekan ini terkait dengan kesepakatan untuk mencegah penutupan pemerintahan AS.
Baca Juga
Sektor utilitas yang sensitif terhadap suku bunga ada sektor di S&P dengan kinerja terburuk. Sektor energi juga turun tajam, sedangkan sektor teknologi meningkat.
Di antara saham utilitas, saham NextEra Energy anjlok ke level terendah sejak Maret 2020.
Saham Nvidia naik usai Goldman Sachs saham produsen chip itu ke dalam daftar "conviction list"-nya. Sementara, saham Tesla relatif datar setelah jumlah pengiriman produsen mobil listrik tersebut meleset dari perkiraan.
Data ekonomi menunjukkan belanja konstruksi AS meningkat pada Agustus. Sementara, laporan pekerjaan AS bulanan akan dirilis pada Jumat (6/10/2023).
Laporan kuartal ketiga perusahaan-perusahaan dalam S&P 500 akan dirilis pada bulan ini, yang mana analis memperkirakan pendapatan perusahaan akan naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, ekonom Ryan Kiryanto dalam opininya menyebutkan sudah menjadi kelaziman, setiap pengambilan kebijakan terkait suku bunga acuan di berbagai negara, salah satu referensi utama yang diambil adalah stance atau arah kebijakan suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve Bank.
Namun, keputusan The Fed dalam menetapkan suku bunga acuan tidak mutlak menjadi rujukan bagi bank-bank sentral negara-negara lain untuk diikuti, karena situasi, kondisi dan persoalan ekonomi yang dihadapi AS sangat mungkin berbeda dengan negara-negara yang lainnya. Alhasil, tidak setiap langkah The Fed pasti akan diikuti oleh bank-bank sentral lainnya.
Diperkirakan pula The Fed akan menurunkan suku bunga acuan hanya sebesar 50 basis poin untuk 2024 atau lebih rendah dari perkiraan penurunan yang sebesar 100 basis poin pada Juni silam.
Ketua FOMC Jeremy Powell menekankan bahwa pertimbangan utama pengambilan kebijakan terkait suku bunga acuan sangat bergantung pada ekspektasi inflasi ke depan dan data makroekonomi terkini.