Bisnis.com, JAKARTA - Sempat menyentuh level 7.300, IHSG masih berkutat di level 6.800 jelang penutupan tahun 2022. Kendati demikian, posisi IHSG masih lebih baik dibandingkan dengan indeks acuan global lainnya.
Hingga hari perdagangan Kamis (29/12/2022), sehari sebelum perdagangan 2022 berakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menguat 4,23 persen dengan parkir ke level 6.860. Penguatan IHSG ini menjadi jawara indeks acuan di Asean.
IHSG jauh lebih baik jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina, yang masing-masing anjlok 5,13 persen, 0,44 persen, dan 32,64 persen.
Di Asia Pasifik, IHSG hanya kalah dari indeks acuan India, Sensex, yang menguat 4,29 persen. Adapun, secara global, IHSG berada pada posisi ketujuh di bawah Bursa India, UAE, Brazil, Chili, Argentina, dan Turkiye yang melesat 189,62 persen.
Jika melihat posisi secara global tersebut, kinerja IHSG tidak terlalu buruk. Hal ini diamini oleh Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani. Dia menjelaskan tingkat pertumbuhan ini sebenarnya tidak terlalu besar.
"Jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu malah turun signifikan. Ini terjadi karena beberapa sektor mengalami penurunan signifikan seperti sektor teknologi yang turun 42,09 persen sepanjang tahun berjalan dan sektor infrastruktur yang anjlok 10,64 persen," paparnya kepada Bisnis, Kamis (29/12/2022).
Baca Juga
Namun, di tengah tekanan global yang membuat berbagai indeks di dunia tertekan, IHSG tertolong sektor energi yang menguat 100,4 persen sepanjang tahun berjalan dan sektor industri yang menguat 13,42 persen.
Selain itu, IHSG juga tertolong saham-saham kapitalisasi besar yang mengalami kenaikan harga. Adapun, 4 emiten bank besar BBCA, BBRI, BBNI, dan BMRI sempat menyentuh harga all time high (ATH), walaupun indeks sektor keuangan tertekan 7,62 persen sepanjang tahun.
"Keempat emiten ini memiliki bobot yang besar di IHSG jadi kenaikan harga mereka menjadi salah satu faktor yang mengangkat tingkat IHSG tahun ini," tuturnya.
Selain itu, sektor energi mengalami kenaikan harga yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor yang lain. Beberapa emiten terbesar dalam sektor ini mengalami lonjakan harga saham, contohnya BYAN yang meningkat lebih dari 700 persen sepanjang tahun. Selain itu, ada ADRO, ADMR dan BUMI yang mengalami kenaikan harga saham sangat signifikan.
BYAN, BMRI, BBCA, BMRI dan AMRT menjadi lima besar emiten yang membuat IHSG mampu bertahan dengan kinerja saat ini dibandingkan dengan pasar modal di dunia.