Bisnis.com, JAKARTA — Melalui PMK No. 147/PMK.05/2021, pemerintah membukan kesempatan untuk menempatkan dana Sisa Anggaran Lebih (SAL) ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Hal ini dinilai hanya berdampak terbatas pada permintaan di pasar SBN.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, dampak penempatan SAL kepada SBN diperkirakan berdampak terbatas pada permintaan SBN secara umum.
“Hal ini dikarenakan nilainya yang diperkirakan cenderung terbatas. Tidak hanya itu, terbatasnya dampak kepada pasar obligasi disebabkan oleh SBN yang juga merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah sendiri,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (14/11/2021).
Josua mengatakan hingga akhir tahun, diperkirakan permintaan SBN cenderung terbatas pada permintaan di lelang prefunding, agar para pelaku pasar dapat kembali merancang porfolionya untuk benchmark di tahun depan.
Di sisi lain, masih ada ancaman dari investor asing yang beralih ke pasar saha di pasar obligasi, dan diperkirakan berlanjut, terutama bila aktivitas perekonomian kembali berjalan.
“Hal ini disebabkan ekspektasi profit listed companies yang meningkat ketika perekonomian kembali normal,” tambahnya.
Baca Juga
Sementara itu, terkait dengan pengaruh legalitas SAL ke SBN untuk meredam risiko jika terjadi tapering, Josua mengatakan bahwa dari pengumuman Federal Reserve AS sebelumnya, nadanya masih dovish karena diikuti pernyataan masih menunggu tahun depan untuk menaikkan kembali suku bunga.
“Terlebih, Bank Indonesia juga sudah menyiapkan berbagai langkah kebijakan dengan memperkuat kerja sama dengan bank sentral negara lainnya untuk mengurangi ketergantungan dolar AS,” ujarnya.
Dibandingkan dengan 2013 lalu, kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh asing kala itu cenderung tinggi, lebih dari 30 persen. Sementara, sekarang hanya 21 persen.
“Lagi pula dari sisi The Fed-nya juga kan sudah dari jauh-jauh hari mengumumkan untuk tapering November ini, jadi tidak akan terjadi reaksi berlebihan dari pelaku pasar hari ini,” imbuhnya.