Kendati saham blue chip mulai merangkak naik, investor perlu mempertimbangkan dampak pengetatan stimulus di Amerika Serikat terhadap pergerakan saham.
Pasalnya, saham blue chip merupakan kelompok saham yang paling rentan terhadap aliran modal asing yang keluar-masuk pasar saham Tanah Air. Apabila terjadi tapering, biasanya investor akan merelokasi aset investasinya kembali ke pasar negara maju dan meninggalkan pasar negara berkembang.
Adapun, IHSG tumbang pada akhir perdagangan Kamis (19/8/2021). Pelemahan itu terjadi setelah Bank Sentral AS (Federal Reserve) mengeluarkan surat edaran yang menunjukkan peluang terjadinya pengetatan stimulus tahun ini.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG terjun 2,06 persen ke level 5.992,32. Di sepanjang hari perdagangan, indeks komposit bergerak pada rentang 5.958,04 — 6.111,01.
Tim Riset MNC Sekuritas yang termasuk Thendra Crisnanda menjelaskan pelemahan IHSG disebabkan adalanya rilis surat edaran dari The Fed yang menunjukkan peluang terjadi tapering pada tahun ini.
Pengetatan stimulus itu didorong oleh peningkatan inflasi dan pemulihan pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam. Dalam survey yang dikeluarkan, The Fed akan mengurangi pembelian obligasi AS atau US Treasury senilai US$10 miliar.
Sementara, saat ini nilai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE) yang dikeluarkan mencapai US$120 miliar per bulan dengan rincian US$80 miliar untuk pembelian USTreasury dan US$40 miliar untuk efek beragun aset KPR atau (Mortgage-Backed Securities/MBS).
“Terlihat Bursa AS merespon negatif rilis surat edaran The Fed tersebut, Dow Jones ditutup melemah sebesar 1,08 persen pada perdagangan Rabu (18/08/2021), di sisi lain bursa regional pada hari ini juga terkoreksi signifikan, dimana indeks Hang Seng (-2,43 persen), Nikkei (-1,10 persen), dan Shanghai (-0,57 persen),” tulis Tim Riset MNC Sekuritas dalam catatan singkat, Kamis (19/8/2021).
Sementara itu, dari dalam negeri Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan 7-Day Reserve Repo Rate di level 3,5 persen, suku bunga pinjaman 4,25 persen, dan suku bunga deposito 3,75 persen. Adapun, keputusan ini sudah sesuai dengan konsensus.
Sebelumnya, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer menilai pengetatan menjadi suatu hal yang tak dapat dielakkan ketika perekonomian membaik. Joezer menilai tapering kali ini tidak akan disertai oleh tantrum seperti pada 2013 maupun 2008. Pasalnya, kondisi pasar modal Indonesia saat ini sangat berbeda dibandingkan periode tapering yang dilakukan The Fed sebelumnya.
Adapun, tapering biasanya mendorong aliran modal asing kembali ke negara maju dan meninggalkan negara berkembang. Namun, dengan adanya reformasi struktural yang berjalan di Indonesia dan tingkat kepemilikan investor asing baik di pasar obligasi pemerintah maupun ekuitas relatif rendah dibandingkan dengan sejarah selama ini diperkirakan akan menahan dampak negatif dari tapering tersebut.
“Kami tetap optimistis di semester II/2021 pemulihan ekonomi akan lebih kuat. Target IHSG kami tetap 6.850 pada akhir tahun ini,” kata Joezer.