Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Kesepakatan Pajak G7, Bagaimana Dampaknya ke Emiten RI?

Maybank KimEng Sekuritas mencatat setidaknya terdapat 10 emiten RI yang memiliki operasional di luar negeri.
Karyawati beraktivitas di sekitar grafik pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di sekitar grafik pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kesepakatan negara maju yang tergabung dalam G7 untuk menetapkan pajak minimum korporasi global sebesar 15 persen diyakini memiliki dampak netral hingga rendah terhadap pasar modal dalam negeri.

Untuk diketahui, negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di dunia yaitu Kanada, Perancis, Jerman, Itali, Jepang, United Kingdom, dan Amerika Serikat yang tergabung dalam G7 membuat kesepakatan terkait pajak korporasi belum lama ini.

Kesepakatan itu untuk membuat perusahaan multinasional yang beroperasi di beberapa negara harus membayar pajak lebih besar di manapun mereka menjual produk atau layanan.

Hal itu mengingat selama ini banyak perusahaan mendulang profit tinggi tetapi hanya membayar pajak rendah karena kantor pusat perusahaan itu berada di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Selain itu, kesepakatan itu juga menetapkan tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15 persen untuk menghentikan kompetisi tarif pajak banyak negara. Hal ini demi menarik perusahaan multinasional beroperasi di negaranya masing-masing.

Namun, untuk saat ini kesepakatan itu masih hanya berlaku di antara 7 negara terkaya itu. Kesepakatan ini akan dilanjutkan untuk didiskusikan oleh negara G20 dalam pertemuannya pada Juli 2021.

Head of Research Maybank Kim Eng Sekuritas Indonesia Isnaputra Iskandar menjelaskan bahwa pasar modal termasuk emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tidak akan terdampak signifikan jika kesepakatan itu meluas, tidak hanya bagi G7 saja.

“Hal itu karena sebagian besar perusahaan tercatat tidak memiliki operasional di luar negeri yang begitu signifikan,” tulis Isnaputra dikutip dari publikasi risetnya, Kamis (17/6/2021).

Dia menjelaskan bahwa emiten itu telah beroperasi di negara yang memiliki tarif pajak di atas 15 persen atau tidak memiliki kontribusi pendapatan signifikan dari operasional luar negerinya sehingga tidak akan begitu mempengaruhi keseluruhan kinerja pendapatan.

Adapun, Maybank KimEng Sekuritas mencatat setidaknya terdapat 10 emiten yang memiliki operasional di luar negeri, antara lain PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) yang memiliki aset batu bara kokas di Australia, dan PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) yang memiliki proyek di Malaysia, Nigeria, Filipin, Taiwan, dan Timor Leste.

Tidak hanya itu, ada sejumlah perbankan pelat merah seperti PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) yang memiliki kantor cabang antara lain di Hong Kong, Singapura, China, Jepang, AS, dan Timor Leste.

Namun, Isnaputra menilai kesepakatan pajak G7 ini akan berdampak pada perusahaan teknologi yang berencana IPO pada semester II/2021 jika calon emiten memiliki operasi di negara yang menerapkan tarif pajak korporasi lebih rendah dari 15 persen.

Di sisi lain, Isnaputra meyakini pasar mungkin bergejolak dalam jangka pendek akibat sentimen itu, tetapi jika dilihat prospek jangka menengah hingga panjang pasar modal dalam negeri akan tetap menarik karena perubahan struktural dalam ekonomi.

Hal itu karena kesepakatan tarif pajak ini sesungguhnya dapat dilihat sebagai komitmen pemerintah untuk menjaga kebijakan fiskal yang prudent. Selain itu, hal ini dapat menjadi hal yang positif dan mendukung upaya pemerintah untuk menurunkan transfer keuntungan oleh perusahaan Indonesia ke negara lain.

Ada Kesepakatan Pajak G7, Bagaimana Dampaknya ke Emiten RI?

Sumber: riset Maybank KimEng Sekuritas

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Farid Firdaus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper