Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk. menyiapkan sejumlah strategi untuk meminimalisir risiko likuiditas dan meningkatkan kemampuan finansial ketika pandemi tak kunjung berakhir.
Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Ratna Ningrum menyampaikan bahwa perseroan menerapkan beberapa program prioritas untuk menjaga likuiditas tetap cukup.
"Melakukan akselerasi penagihan pembayaran termin proyek serta pengembalian dana talangan tanah, mengoptimalkan belanja modal sekitar 45 persen, serta melakukan beban operasional lebih dari 20 persen," kata Ratna kepada Bisnis, Jumat (9/10/2020).
Adappun, emiten berkode saham WSKT tersebut menargetkan bakal menerima pembayaran termin proyek senilai Rp13 triliun hingga Rp14 triliun pada kuartal terakhir tahun ini.
Tak hanya itu, perseroan menyebut akan terus fokus pada pelaksanaan proses divestasi beberapa ruas tol. Dari divestasi ini, WSKT membidik total kas masuk hingga Rp7 triliun - Rp8 triliun.
"[Total kas masuk] berpotensi dapat mengurangi utang berbunga Waskita sebesar Rp20 triliun - Rp21 triliun," imbuh Ratna.
Baca Juga
Baru-baru ini, lembaga pemeringkat Fitch Ratings memangkas peringkat nasional jangka panjang WSKT dari B(idn) menjadi CCC+(idn) karena potensi tekanan likuiditas dalam waktu dekat.
Berdasarkan laporan terbarunya, Fitch juga menurunkan peringkat program obligasi tanpa jaminan WSKT dan obligasi yang diterbitkan di bawah program tersebut ke ‘CCC(idn)’ dari sebelumnya ‘B-(idn)’
Peringkat ‘CCC(idn)’ mencerminkan risiko gagal bayar yang tinggi relatif terhadap perusahaan atau surat utang lain di Indonesia.
"Sesuai dengan kebijakan Fitch, perusahaan mengajukan banding dan memberikan informasi tambahan kepada Fitch yang mengakibatkan hasil aksi pemeringkatan yang berbeda dengan hasil awal komite pemeringkatan," tulis Fitch.
Waskita Karya sebelumnya mendapat pinjaman bertenor 6 bulan sebesar Rp2 triliun dari BNI. Pinjaman itu antara lain akan digunakan untuk membayar kembali obligasi yang jatuh tempo di Oktober 2020.
Namun, Fitch memandang tekanan tekanan likuiditas dan risiko pembiayaan kembali tetap tinggi karena pelemahan pada posisi kas perusahaan dan utang yang akan jatuh tempo dalam jangka dekat.
Misal, Waskita Karya memiliki utang supply chain financing sebesar Rp5 triliun di kuartal IV/2020 dan obligasi sebesar Rp1,2 triliun yang jatuh tempo Februari 2021.
Pandemi berdampak secara signifikan terhadap operasional perusahaan, dengan siklus modal kerja menjadi lebih panjang dan koleksi kas dari proyek konstruksi yang lebih lambat.
Pelemahan ekonomi karena pandemi berakibat pada penurunan posisi kas dari 9,3 triliun di akhir 2019 menjadi Rp1,4 triliun di akhir Juni 2020.
Fitch menyebut, peringkat Waskita Karya bisa dinaikkan jika ada kemampuan dalam peningkatan likuiditas sehingga dapat membayar utang jatuh tempo dalam waktu pendek. Peringkat juga bisa dikerek jika ada dukungan pemerintah Indonesia ke perusahaan.
Sebaliknya, peringkat bisa diturunkan lagi jika perseroan tidak mampu membayar utang jangka pendek dan melemahnya kemungkinan dukungan dari pemerintah.