Bisnis.com, JAKARTA – Pembangunan infrastruktur yang masih menjadi salah satu fokus pemerintah dalam 5 tahun ke depan menjadi potensi pasar bagi para pemain jalan tol, tak terkecuali para emitan swasta.
Mengutip Riset May Bank Kim Eng Sekuritas, setidaknya terdapat 30 rencana tambahan jalan tol baru di Jawa dengan total panjang 2.194 km. Adapun, nilai investasi yang diperlukan mencapai sedikitnya Rp398,95 triliun.
Sementara itu, dari seluruh jalan tol yang sudah beroperasi secara komersial, Jasa Marga masih menjadi yang paling dominan dengan menguasai sekitar 60 persen pangsa pasar. Dua perusahaan pelat merah lainnya, Waskita Karya dan Hutama Karya masing-masing memiliki 11 persen.
Keterlibatan perusahaan swasta masih kalau jauh dibandingkan dengan perusahaan pelat merah. PT Nusantara Infrastructure Tbk. baru menguasai 1 persen pangsa pasar, sedangkan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. 3 persen.
Emiten swasta yang memiliki pangsa pasar cukup besar adalah PT Astra International Tbk., melalui PT Astra Tol Nusantara. Anak usaha infrastruktur jalan tol ini memiliki sedikitnya 11 persen pangsa pasar tol yang beroperasi saat ini.
Emiten berkode saham ASII tersebut saat ini memiliki ruas tol Tangerang-Merak, Cikopo-Palimanan, Semarang-Solo, Jombang-Mojokerto, dan Surabaya-Mojokerto. Perseroan juga masih memiliki ruas Kunciran-Serpong yang masih dalam pengerajaan.
Baca Juga
Hingga 2021, perseroan menargetkan portofolio ruas jalan tol akan mencapai 500 km. adapun, saat ini total ruas tol yang dimiliki perseroan mencapai sekitar 350 km. Artinya, ada sekitar 150 km tol yang masih dibidik oleh perseroan.
Head of Corporate Communication Astra International Boy Kelana mengatakan bahwa perseroan mengalokasikan belanja modal dan investasi dengan nilai Rp20 triliun—Rp25 triliun. Alokasi belanja modal tersebut bakal banyak diserap untuk kebutuhan bisnis alat berat, otomotif, dan infrastruktur.
Dana ini juga belum menghitung kemampuan investasi yang lebih besar seiring dengan rampungnya proses penjualan Bank Permata. Penjualan yang bakal rampung pada tahun ini diperkirakan memberikan tambahan dana sekitar Rp42 triliun.
Hingga saat ini, dia mengatakan bahwa pihaknya masih enggan menyampaikan target penambahan ruas tol pada tahun ini. Perseroan akan bersikap selektif dalam memilih ruas tol baru untuk memastikan keterlibatan Astra dapat berlangsung secara berkelanjutan.
“Intinya kami sangat terbuka dengan segala kesempatan yang ada, jadi tidak menutup kemungkinan apapun yang ada di wilayah jalan tol dan bisa kami masuki, istilahnya kalau ada yang menarik lewat kami harus tangkap itu,” jelasnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Dari enam ruas tol yang dimiliki Astra saat ini hampir seluruhnya didapatkan dari proses akuisisi. Yang paling baru adalah ruas Surabaya-Mojokerto. Perseroan mengakuisisi 44,5 persen saham PT Jasamarga Surabaya Mojokerto pada Mei 2019.
Langkah Astra mengakuisisi jalan tol dari perusahaan pelat merah dinilai sebagai preseden penting bagi para pemain swasta. Presiden Direktur Nusantara Infrastructure M. Ramdani Basri mengatakan hal ini menunjukkan bahwa peluang pasar jalan tol semakin terbuka.
Emiten berkode saham META ini juga telah melakukan langkah serupa pada 2018, saat mengakuisisi 10 persen saham PT Jasa Marga (Persero) di PT Jakarta Lingkar Baratsatu (JLB), lewat anak usaha PT Margautama Nusantara. Kini perseroan menggenggam 35 persen saham JLB.
“Sekarang mulai terbuka, karena mereka [BUMN] agak berat, sekarang mulai divestasi. Pada 2018 kami beli dari Jasamarga, artinya ada preseden bahwa mereka menjual. Waskita juga mulai jual, ke depannya adalah peluang untuk swasta, karena BUMN akan jual [tol],” katanya kepada Bisnis.com, pekan lalu.
Pasar jalan tol, lanjutnya, semakin terbuka dengan keseriusan swasta yang semakin baik. Stigma swasta yang hanya main jual beli konsesi kini mulai hilang. Tak hanya melalui akuisisi, potensi pasar bagi swasta juga kian besar dengan terbukanya peluang untuk masuk dalam prakarsa ruas tol baru.
Nusantara Infrastructure memiliki empat ruas jalan tol yang sudah beroperasi saat ini. Perseroan juga memiliki ruas tol Pettarani di Makassar yang ditargetkan akan beroperasi pada kuartal III/2020. Dalam lima tahun ke depan, perseroan berencana menambah sedikitnya lima ruas tol baru.
Salah satu dari lima ruas tol tersebut adalah tol prakarsa ruas Ulujami-Jati Asih dengan panjang sekitar 22 kilometer. Perseroan telah mendapatkan izin prakarsa per 21 Januari 2020. Proyek ini diusulkan untuk masuk dalam jaringan Jakarta Outer Ring Road (JORR) III.
Meski begitu, dia mengatakan bahwa besarnya kue infrastruktur jalan tol yang tersedia juga menghadirkan tantangan bagi para pemain swasta. Pasalnya, jumlah para pemain swasta masih sangat sedikit untuk menggarap kue yang besar itu.
“Nah ini sebetulnya positif, ekonomi akan berjalan berputar. Masalahnya sekarang kuenya besar tetapi pemainnya sedikit, untuk kita menguntungkan karena dapat pekerjaan sekarang gampang, dulu itu hanya solicited, sekarang unsolicited bisa, 39 proyek tol saat ini, swasta yang bergerak,” jelasnya.
Dalam risetnya, Analis Valbury Sekuritas Indonesia Budi Rustanto dan Devi Harjoto optimistis target astra untuk menambah portofolio jalan tol akan tercapai, seiring komitmen pemerintah dalam pembangunan. Hal ini juga dinilai sebagai strategi jangka panjang guna mengantisipasi penurunan bisnis otomotif Astra.
Valbury Sekuritas Indonesia mentapkan rekomendasi beli untuk saham ASII dengan target harga Rp7.500 per saham. Saham ASII yang diperdagangkan pada level 10,1 PER berada dinilai berada dalam posisi undemanding.
Sementara itu, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai target portofolio tol Astra hingga 2021 justu menjadi sentimen negatif. Menurutnya, belum tercapainya hal membuat investor cendeurung wait and see.
“Berarti hal itu adalah salah satu sentimen negatif yang menyebabkan terjadinya penurunan harga saham ASII. Adanya kekhawatiran belum tercapainya target tol tersebut menyebabkan pelaku pasar bersikap wait and see,” katanya.
Di sisi lain, menurutnya perseroan masih memiliki waktu untuk memenuhi target itu lewat akuisisi. Hal ini akan bergantung pada seberapa baik progres akuisisi secara bertahap yang dilakukan oleh Astra.
Sementara itu, peluang divestasi jalan tol oleh perusahaan BUMN juga kian terbuka lebar. Namun, emiten swasta akan tetap selektif dalam memilih tol-tol yang akan diakuisisi.
“Emiten swasta akan melihat tingkat congestion pada tol tersebut, semakin ramai maka semakin bagus. Seberapa kuat balance sheet juga akan menentukan, yang penting jangan sampai arus kas negatif. Kalau dalam masa sulit, efisiensi diperlukan,” ujarnya.