Bisnis.com, JAKARTA -- Paladium melanjutkan penguatan pada perdagangan Senin (21/10/2019), dan makin mendekati level US$1.800 per troy ounce.
Berdasarkan data Commodity Futures Trading Commission, posisi bullish terus menumpuk dengan banyak fund manager yang meningkatkan taruhannya pada kenaikan harga selama 7 pekan berturut-turut dan mengambil posisi long atau beli ke level tertinggi dalam lebih dari 3 bulan.
Tai Wong, kepala perdagangan derivatif logam dasar dan logam mulia BMO, mengatakan kendati pada perdagangan sebelumnya, paladium telah kehilangan sedikit tenaga setelah reli tanpa gangguan. Keterbatasan pasokan yang makin tipis akan terus mendorong harga lebih tinggi lagi.
“Pasar mungkin akan melihat paladium ke level US$1.800 per troy ounce, tetapi mungkin tidak dalam reli saat ini,” ujarnya seperti dilansir Reuters, Senin (21/10).
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (21/10) hingga pukul 11.55 WIB, harga paladium menguat 0,88 persen menjadi US$1.771,34 per troy ounce.
Sepanjang pekan lalu, paladium berhasil bergerak menguat 3,22 persen dan menyentuh level tertinggi sepanjang masa di kisaran US$1.784,94 per troy ounce pada perdagangan Kamis (17/10). Sepanjang tahun berjalan 2019, paladium pun berhasil menguat cukup signifikan sebesar 39,16 persen, menjadi kinerja penguatan terbaik di antara logam mulia lainnya.
Baca Juga
Mengutip data Johnson Matthey, permintaan paladium terlihat meningkat 9 persen pada tahun ini menjadi 9,5 juta ons sehingga membuat defisit paladium membesar menjadi 809.000 ons.
Undang-undang lingkungan hidup terbaru di Eropa dan China telah memperketat dan meningkatkan permintaan atas komoditas ini, meskipun penjualan mobil melambat.
Sebagai informasi, Eropa telah mengurangi target emisi pada 2020, 2025, dan 2030 yang akan diikuti oleh beberapa negara lain. Morgan Stanley juga sudah menyatakan bahwa mulai 2020 di China, setiap kendaraan perlu mengandung sekitar 30 persen lebih banyak paladium, platinum, dan rhodium.
Kendati demikian, di tengah permintaan yang meningkat, MMC Norilsk Nickel PJSC, yang mengendalikan sekitar 40 persen dari output paladium global, menyampaikan pihaknya baru akan meningkatkan produksi mulai 2024 sehingga kekurangan paladium pada 2020 masih akan bertahan dan mungkin bakal bertambah cukup signifikan.