Bisnis.com,JAKARTA — PT Indocement Tunggal Prakarsa menyebut kenaikan harga batu bara dan gejolak nilai tukar rupiah kian menekan kinerja keuangan perseroan.
Kondisi tersebut diperparah dengan penerapan regulasi oversized dan overload yang dinilai menambah beban para produsen.
Direktur Utama Indocement Tunggal Prakasa Christian Kartawijaya menjelaskan bahwa terdapat beberapa penyebab tergerusnya kinerja keuangan perseroan pada semester I/2018. Pertama, kebijakan libur panjang yang menghambat proses pengiriman pasokan.
Kedua, adanya kenaikan harga batu bara di atas U$$100 per ton pada kuartal II/2018 ditambah harga bahan bakar minyak yang ikut naik. Kondisi itu membuat biaya logistik kian tinggi untuk truk operasional dan pengangkutan semen curah.
Selanjutnya, Christian menyebut pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar juga membebani perseroan. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan 35%—40% menggunakan mata uang Negeri Paman Sam.
“Kami kesulitan untuk meneruskan kenaikan biaya ke pasar dalam bentuk kenaikan harga, khususnya di pasar utama Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta Jawa Barat karena kelebihan pasokan. Persaingan kian ketat dengan banyaknya pemain baru di Jawa Barat,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (1/8/2018).
Kelebihan pasokan, sambungnya, telah mencapai lebih dari 40 juta ton. Akibatnya, utilisasi pabrik hanya 65% dan 3—4 lini pabrik perseroan terpaksa ditutup.
Christian menyebut perseroan juga menghadapi tekanan dari penerapan kebijakan overload dan oversize (ODOL). Padahal, terdapat potensi kenaikan volume permintaan semen 20%—30% pada semester II/2018.
Untuk mengejar keuntungan pada sisa tahun ini, sambungnya, INTP memiliki sejumlah strategi. Beberapa langkah yang ditempuh yakni dengan menekan fixed cost dan menjalankan pabrik yang efisien.
“Menaikkan harga jual untuk pass through sebagian kenaikan biaya,” ujarnya.