Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Tanah PLTU Batang, Masa Depan Listrik Adaro Mulai Cerah

Keputusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi warga Batang, Jawa Tengah, terkait pengadaan tanah untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap 2x1.000 Megawatt seluas 125.146 meter persegi, diperkirakan bakal menjadi preseden positif bagi sektor energi di Indonesia.
Presiden Joko Widodo resmikan PLTU Batang, Jawa Tengah, Jumat (28/8/2015)./Antara
Presiden Joko Widodo resmikan PLTU Batang, Jawa Tengah, Jumat (28/8/2015)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA--Keputusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi warga Batang, Jawa Tengah, terkait pengadaan tanah untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap 2x1.000 Megawatt seluas 125.146 meter persegi, diperkirakan bakal menjadi preseden positif bagi sektor energi di Indonesia.

Presiden Direktur PT Bhimasena Power Indonesia Mohammad Effendi menghormati proses peradilan dan keputusan MA yang diberikan atas gugatan pembatalan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 590/35 Tahun 2015 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Tanah Sisa Lahan Seluas 125.146 meter persegi untuk Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2x1.000 MW di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah.

MA dalam putusannya menyatakan tidak dapat menerima kasasi yang diajukan sehingga izin penetapan lokasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah tetap berlaku.

Pihak Bhimasena juga menghormati hak warga untuk mendapatkan informasi yang cukup terkait pembangunan PLTU di Kabupaten Batang dengan menjelaskan secara lengkap dan transparan mengenai kegiatan proyek PLTU Batang di semua lapisan baik pemerintahan maupun masyarakat.

"Pembangunan PLTU Batang merupakan komitmen BPI untuk berkontribusi bagi pembangunan di wilayah Batang dan Indonesia secara keseluruhan, terutama sebagai kontribusi terhadap kebutuhan listrik nasional." ungkapnya kepada Bisnis.com, Rabu (2/3/2016).

Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk. Febriati Nadira menambahkan keputusan itu positif bagi pembangunan di Indonesia, khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.

Bhimasena Power Indonesia ditetapkan sebagai perusahaan konsorsium yang memenangkan lelang proyek PLTU Batang. Kepemilikannya terdiri dari Adaro Energy sebesar 34%, J-Power 34%, dan Itochu 32%.

Proyek dengan investasi senilai US$4,5 miliar setara dengan Rp60,06 triliun (kurs Rp13.347 per dolar Amerika Serikat), itu bakal didanai dari Sumitomo Mitsui Banking Corporation dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). "Kami optimistis financial closing di semester I/2016," imbuhnya.

Secara keseluruhan, proyek PLTU Batang menggunakan lahan seluas 226 hektare. Proyek yang dimulai sejak 2011 itu menjadi skema kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) terbesar untuk memenuhi megaproyek pengadaan listrik 35.000 MW.

Analis PT Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar menilai keputusan MA akan membuat masa depan perekonomian Indonesia semakin positif. Pasalnya, Indonesia masih kekurangan pasokan listrik yang cukup besar.

"Dengan proyek PLTU di Batang ini bisa menambah pasokan listrik, ekonomi akan bagus. Bagi Adaro akan positif jika sudah beroperasi, tapi butuh waktu," tuturnya.

Dia menilai, proyek pembebasan lahan, termasuk di PLTU Batang harus memiliki ketetapan hukum. Sehingga, pemerintah harus membantu proyek-proyek pengadaan listrik agar dijadikan pelajaran bagi PLTU serupa di masa depan.

Menurutnya, keputusan MA tersebut menjadi titik tolak bagi implementasi regulasi pertanahan di Tanah Air yang mulai berjalan. Selama ini, Indonesia terlalu banyak regulasi tanah tanpa ada implementasi.

Kemenangan tersebut, katanya, dapat menjadikan pemicu bagi investor lokal maupun asing yang ingin masuk ke sektor energi listrik di Indonesia. Keputusan itu menjadi preseden positif bagi kepastian hukum terhadap permasalahan serupa.

Dari megaproyek 35.000 MW tersebut, sambungnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) diproyeksikan mengambil porsi sekitar 10.000 MW. Sisanya, sebesar 25.000 MW bakal digarap oleh perusahaan swasta.

Baginya, kemenangan di level MA tersebut akan menjadi kick-off kepastian hukum di Indonesia terkait pembebasan lahan. Babak baru itu bakal menarik investor untuk ramai-ramai membangun pembangkit listrik untuk menambah pasokan energi di Tanah Air.

Secara terpisah, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto menilai aspirasi warga Kabupaten Batang tidak dipedulikan oleh pemerintah. Pemerintah dinilai lebih mengutamakan kepentingan korporasi ketimbang keselamatan warganya.

"Langkah hukum hanyalah salah satu upaya yang dilakukan warga dalam melakukan perlawanan terhadap proyek kotor ini. Kasasi yang tidak diterima oleh MA bukan akhir dari segalanya," ujarnya dalam keterangan resmi.

Menurut dia, Greenpeace bersama lembaga-lembaga lingkungan dan hak asasi manusia (HAM) akan terus mendampingi warga untuk melakukan perlawanan terhadap proyek energi tersebut. Terutama terhadap proyek yang mengancam pencapaian komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah sebesar 29% pada 2030.

Selain PLTU Batang, sejumlah proyek PLTU memang mangkrak terkendala pembebasan lahan. Salah satunya PLTU Cilacap Jawa Tengah berkapasitas 5x1.000 MW oleh PT Jawa Energy Indonesia dengan investasi lebih dari Rp90 triliun.

Proyek PLTU dengan kapasitas diklaim terbesar dunia itu sedianya akan dimulai pada tahun lalu. Proyek itu molor lantaran belum mengantongi izin penetapan lokasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (BPN).

Padahal, kebutuhan batu bara untuk PLTU secara keseluruhan pada 2019 mencapai 209 juta ton dengan asumsi program pembangkit listrik 35.000 MW tidak molor. Diproyeksi ada tambahan kebutuhan batu bara 90 juta ton dari semula hanya 119 juta ton.

Produksi batu bara diproyeksi mencapai 400 juta ton pada 2019 dengan penyerapan domestik (domestic market obligation/DMO) mencapai 240 juta ton.  Kebutuhan untuk PLTU ditambah sektor-sektor lainnya seperti metalurgi, pupuk, semen, tekstil, kertas, dan briket, yang direncanakan mengambil porsi sebanyak 32,87 juta ton akan mencapai 241,87 juta ton.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper