Dari PT Bursa Efek Indonesia dapat dilaporkan, Indeks saham pertambangan JAKMINE pada perdagangan saham Rabu (20/1/2016), ditutup terkoreksi 0,22% sebesar 1,66 poin ke level 769,87. Melorotnya Indeks pertambangan sejalan dengan pelemahan Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang lunglai 1,42% sebesar 63,75 poin ke level 4.427,98.
Bila diukur lebih jauh lagi, Indeks saham pertambangan telah terkoreksi 5,07% dari 811,07 year-to-date. Bahkan, dalam 5 tahun terakhir, JAKMINE telah ambrol 75,33% dengan level tertinggi pada 4 Januari 2011, yakni 3.543,83
Analis PT Asanusa Aset Management Akuntino Mandhany menilai gugurnya harga saham-saham emiten pertambangan, termasuk Migas, merupakan sebuah hal yang wajar. Semua perusahaan yang bergerak di sektor komoditas terus tertekan sejak 2010.
Tidak ada yang tahu level terendah harga minyak dunia. Bagi investor yang cermat, perlu lebih jeli dalam mengoleksi saham-saham perusahaan dengan valuasi yang masih terbilang rendah, tidak termasuk pertimbangan arus kas yang dimiliki emiten.
Cash flow emiten-emiten sektor tambang energi dan Migas saat ini memang cukup berantakan lantaran tertekan oleh mengecilnya margin keuntungan. Namun, bila bergantung pada cash flow, tidak ada yang dapat memastikan waktu rebound harga minyak mentah dunia agar kinerja emiten energi dan Migas dapat tertolong.
"Perusahaan komoditas, termasuk energi dan Migas memang memiliki price to book value di bawah 1 kali. Peluang itu ada pada perusahaan-perusahaan yang dalam keadaan susah tetapi dia tidak menghentikan produksi, mereka melakukan efisiensi," ungkapnya saat berbincang dengan Bisnis.com melalui sambungan telepon, Rabu (20/1/2016).