Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) akhirnya pada Senin (30/11/2015) waktu setempat menyetujui mata uang Tiongkok, yuan atau renminbi (RMB), masuk ke dalam keranjang Special Drawing Rights (SDR)-nya sebagai mata uang cadangan internasional.
Bagi Indonesia, ini merupakan kabar yang harus disambut baik karena keputusan IMF itu berdampak positif bagi kinerja perdagangan Indonesia, khususnya dengan Tiongkok.
Namun, Indonesia juga perlu mempertimbangkan bagaimana kebijakan Tiongkok terhadap nilai mata uangnya di waktu yang akan datang.
Selain itu, dampak dari kondisi fundamental ekonomi dan pasar finansial Tiongkok juga harus menjadi tinjauan dalam internasionalisasi yuan ini.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan keputusan IMF untuk memasukkan yuan ke SDR disambut baik, karena keputusan ini berdampak positif bagi kinerja perdagangan Indonesia, khususnya dengan Tiongkok.
Indonesia memiliki volume perdagangan yang besar dengan Tiongkok dengan nilai impor Indonesia dari Tiongkok mencapai 30 miliar dolar AS, sedangkan ekspor ke Tiongkok 14-15 miliar dolar AS.
"Nantinya ekspor dan impor juga bisa menggunakan mata uang yuan dan rupiah semakin dapat diwujudkan. Untuk Indonesia tentu lebih baik," ujarnya.
Namun, untuk mewujudkan perdagangan dengan menggunakan yuan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat karena perlu sosialisasi yang baik oleh otoritas di Tiongkok yang bertanggung jawab terhadap yuan.
Agus menambahkan, dengan masuknya yuan ke dalam jajaran mata uang global, negara-negara di dunia memiliki banyak pilihan mata uang yang bisa digunakan untuk bertransaksi ataupun investasi.
"Secara umum, kita sambut baik masuknya yuan ke dalam SDR. Apalagi, kita selama ini juga sudah memasukkan yuan ke dalam cadangan devisa," ujar Agus.
Beralih Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani meyakini pengusaha domestik dan mitra dagang di Tiongkok akan beralih menggunakan yuan ketimbang dolar AS, setelah internasionalisasi mata uang Tiongkok itu diputuskan IMF.
Internasionalisasi yuan juga akan mendorong kinerja eskpor dari Indonesia karena akan meningkatnya permintaan dari negeri Tirai Bambu tersebut.
"Dengan ketentuan ini, semuanya akan berubah, kebiasaan pengusaha juga akan beralih," ujarnya.
Selama ini, dalam bertransaksi, pengusaha Indonesia dan Tiongkok belum menggunakan yuan. Mitra dagang dari Tiongkok, lebih memilih menggunakan dolar AS.
Selain memperbaiki kinerja perdagangan, peningkatan penggunaan yuan dalam transaksi finansial Indonesia juga akan mengurangi kerentanan gejolak yang ditimbulkan oleh menguatnya dolar AS.
"Portofolio perdagangan kita, tidak akan hanya menggunakan dolar AS. Itu baik bagi pasar finansial domestik," ujarnya.
Sementara Ketua Dewan Pertimbangan Apindo Sofjan Wanandi juga menilai pengusaha Indonesia dan Tiongkok akan cepat beralih menggunakan yuan.
Apalagi, antara Indonesia dan Tiongkok sudah terjalin kesepakatan "bilateral currency swap arrangement" (BCSA) yang terus diperpanjang secara periodik.
Nilai BCSA antara dua negara juga telah ditambah menjadi 20 miliar dolar AS dari sebelumnya 15 miliar dolar AS.
"Sekarang, penggunaan yuan ini perlu terus disosialiasasikan ke pengusaha," katanya.
Tidak jangka pendek Namun Menko Perekonomian Darmin Nasution menilai pengukuhan yuan sebagai mata uang internasional tidak akan memberikan dampak positif dalam waktu dekat terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Manfaatnya, ujar Darmin, baru terasa di jangka menengah dan jangka panjang.
Dia menilai, pemerintah, Bank Indonesia, dan pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan bagaimana kebijakan Tiongkok terhadap nilai mata uangnya di waktu yang akan datang.
Selain itu, lanjut Darmin, dampak dari kondisi fundamental ekonomi dan pasar finansial Tiongkok juga harus menjadi tinjauan dalam internasionalisasi yuan ini.
"Memang bagus ada alternatif mata uang, Tapi negatifnya, jika dia (yuan) menguat, bisa ceritanya lain lagi," kata dia.
Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Nilai perdagangan antara kedua negara sepanjang Januari-September mencapai 32,8 miliar dolar AS. Namun, berdasarkan data Kementerian Perdagangan, Indonesia mengalami defisit 10,5 miliar dolar AS, Penuhi kriteria Dewan IMF, yang mewakili 188 negara anggota, memutuskan bahwa yuan atau RMB "memenuhi seluruh kriteria yang ada," kata IMF dalam pernyataan setelah menyelesaikan kajian rutin lima tahunan keranjang SDR.
RMB akan dimasukkan dalam keranjang SDR sebagai mata uang kelima, bersama dengan dolar AS, euro, yen Jepang dan pound Inggris, mulai 1 Oktober 2016.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan, keputusan dewan itu merupakan "tonggak penting dalam integrasi ekonomi Tiongkok ke dalam sistem keuangan global." "Ini juga merupakan pengakuan atas kemajuan bahwa pemerintah Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir telah banyak berbuat dalam mereformasi sistem moneter dan keuangan Tiongkok," katanya.
"Kelanjutan dan pendalaman upaya ini akan membawa sistem moneter dan keuangan internasional lebih kuat, yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan dan stabilitas Tiongkok serta ekonomi global." RMB akan memiliki bobot 10,92 persen dalam keranjang SDR baru, sedangkan bobot masing-masing mata uang lainnya dalam keranjang adalah 41,73 persen untuk dolar AS, 30,93 persen untuk euro, 8,33 persen untuk yen Jepang dan 8,09 persen untuk pound Inggris, menurut IMF.
"Peluncuran keranjang SDR baru pada 1 Oktober 2016 akan memberikan 'lead time' yang cukup bagi Dana, anggota dan pengguna lain SDR untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini," kata pemberi pinjaman internasional yang berbasis di Washington itu.
IMF mengkaji mata uang dalam keranjang SDR setiap lima tahun, dan penambahan RMB ke keranjang SDR merupakan isu besar untuk penilaian tahun ini.
Dimasukkannya RMB ke dalam SDR adalah bagian penting dari reformasi keuangan Tiongkok yang sedang berlangsung.
Untuk memenuhi kriteria IMF, pemerintah Tiongkok telah melakukan serangkaian reformasi dalam beberapa bulan terakhir, seperti meningkatkan sistem pembentukan nilai tukar asing, membuka pasar obligasi dan valas antar bank-nya, serta meningkatkan transparansi data dengan berlangganan Special Data Dissemination Standard (SDDS) IMF.
Bank sentral Tiongkok pada Selasa pagi (1/12) mengumumkan pihaknya menyambut keputusan IMF yang memasukkan yuan atau RMB, dalam keranjang SDR.
Bank sentral Tiongkok, People's Bank of China (PBoC), mengatakan, keputusan itu menunjukkan pengakuan IMF atas pembangunan dan reformasi ekonomi Tiongkok serta membuka pencapaian dan bahwa RMB akan membantu meningkatkan representasi dari SDR serta memperbaiki sistem mata uang internasional saat ini.
"Bergabungnya RMB dalam keranjang SDR juga berarti masyarakat internasional memiliki harapan besar pada Tiongkok untuk memainkan peran aktif dalam arena ekonomi dan keuangan dunia," kata pernyataan itu.
Pernyataan itu menambahkan bahwa Tiongkok akan mempercepat peningkatan reformasi keuangan dan membuka diri untuk membuat kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi, stabilitas keuangan dan tata kelola ekonomi global.
AGUS MARTOWARDOJO: Kebijakan Yuan Berdampak Positif Bagi Indonesia
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan keputusan IMF untuk memasukkan yuan ke SDR disambut baik, karena keputusan ini berdampak positif bagi kinerja perdagangan Indonesia, khususnya dengan Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Martin Sihombing
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
22 menit yang lalu
Tekanan Harga Batu Bara dari Banjir Produksi China
52 menit yang lalu
Emiten Farmasi Dibayangi Impak Depresiasi Mata Uang pada 2025
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
43 detik yang lalu
Organon Pharma (SCPI) Angkat Yeap Xin Yi Jadi Direktur Baru
16 menit yang lalu
Rupiah Kian Terperosok usai Pengumuman The Fed, Apa Langkah BI?
22 menit yang lalu
Tekanan Harga Batu Bara dari Banjir Produksi China
31 menit yang lalu