BISNIS.COM,JAKARTA—Meskipun volume penjualan dan pendapatan PT Krakatau Steel (persero) Tbk tumbuh 2 digit, tetapi BUMN produsen baja itu mencatatkan rugi bersih sebesar US$20,4 juta.
Hasil volume penjualan Krakatau Steel (KRAS) naik 12,5% sepanjang 2012 menjadi 2,33 juta ton dari tahun sebelumnya 2,07 juta ton. Adapun pendapatan tercatat U$S2,28 miliar atau naik 13% dibandingkan dengan pendapatan pada 2011.
Sukandar, Direktur Keuangan PT Krakatau Steel (persero) Tbk, menjelaskan kerugian yang dialami perusahaan itu karena kondisi ekternal lesunya pasar baja dunia, serta pemenuhan ketentuan PSAK 10 dan aturan dari Bapepam yang mewajibkan perusahaan laporan keuangan dalam mata uang fungsional yakni dollar AS.
Dalam hal ini, sambungnya, perusahaan wajib melaksanakan ketentuan itu karena penggunaan mata uang dollar mencapai 70%-75%.
Menurutnya, penerapan PSAK itu mengakibatkan penyesuaian yang signifikan terhadap posisi laba dan rugi perusahaan karena perbedaan cara konversi non monetar dan moneter.
Dia mencontohkan laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk pada 2010 naik sekitar US$22,3 juta menjadi US$140,3 juta, dan pada 2011 terjadi kenaikan sekitar US$38,4 juta menjadi US$151,2 juta.
“Sebenarnya pada 2012 secara rupiah perseroan membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp145,3 miliar. Namun, dalam remeasurement dalam dollar AS perseroan rugi US$20,4 juta,” ujar Sukandar, Jumat (19/4).
Direktur Utama PT Krakatau Steel (persero) Tbk Irvan K. Hakim menambahkan kondisi eksternal juga memberikan pengaruh dari kerugian itu. Pasar baja dunia 2012 di luar perkiraan industri baja, karena sejak Mei-Desember harga baja dunia terus turun.
“Baru pada Februari-Maret harga rebound tetapi tidak signifikan. Kami harapkan pada tahun ini permintaan pasar AS dan Eropa membaik sehingga bisa mendongkrak harga baja dunia,” ungkapnya.
Dia mencontohkan rata-rata harga HRC 11% sejak Mei-Desember 2012 turun menjadi US$773 per ton dari US$869 per ton. Harga pellet juga turun 7% dari US$233,2 per ton menjadi US$215,5 per ton.
Sayangnya, sambungnya, penurunan harga produk baja itu tidak diikuti dengan penurunan bahan baku, seperti bijih besi. Harga bahan baku turun per triwulan, sedangkan harga baja jatuh setiap minggu.
“Namun, prospek tahun ini membaik, kendati triwulan pertama belum seperti yang diharapkan. Permintaan dalam negeri yang diperkirakan tumbuh 7%-8% dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6%-6,5%,” kata Irvan.