Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah RI telah menyepakati Asumsi Dasar Ekonomi Makro pada 2026 dengan target pertumbuhan ekonomi berada di level 5,4%. Dengan proyeksi itu, emiten barang konsumen pun berpotensi mendapat cuan apabila hal itu diiringi oleh penguatan daya beli.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 15 Agustus 2025, indeks saham konsumer yang tercermin lewat indeks Consumer Non-Cyclicals mengalami pelemahan 3,49% sejak awal tahun. Sementara itu, indeks Consumer Cyclicals tercatat turun lebih dalam lagi 3,91% ytd.
Kinerja indeks saham konsumer itu kontras dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sejak awal tahun ini, IHSG sudah menanjak 11,56% ke level 7.898,37.
Senior Market Chartist Nafan Aji Gusta menilai kinerja emiten konsumer bisa terdongkrak oleh target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 tersebut. Namun, sejumlah catatan penting disampaikan oleh analis dalam merealisasikan sentimen tersebut terhadap emiten konsumer.
Dia menyebut pemerintah perlu untuk melakukan pertumbuhan investasi di Tanah Air untuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Pertumbuhan investasi sendiri bakal mampu memberikan daya tarik bagi investor asing untuk masuk ke dalam negeri. Nafan menilai, jika upaya itu mampu dilakukan, bukan tidak mungkin daya beli masyarakat akan membaik.
“Yang penting pemerintah konsisten dan juga berkomitmen dalam menerapkan good governance, apalagi juga emiten juga berkomitmen dalam menerapkan good corporate governance, ya sehingga tentunya bisa memberikan katalis positif bagi peningkatan kinerja emiten,” kata Nafan, Jumat (15/4/2025).
Lebih lanjut, dengan membaiknya daya beli masyarakat Indonesia tentunya emiten-emiten konsumer akan mendulang sentimen positif, yang tercermin di perbaikan penjualan.
Meskipun begitu, Nafan mengakui sengatan target pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup untuk membantu kinerja emiten. Diperlukan perbaikan kinerja secara fundamental bagi emiten-emiten konsumer untuk menyambut target tersebut.
Adapun berdasarkan catatan Bisnis, sepanjang paruh pertama 2025, emiten konsumer Tanah Air mencatatkan kinerja yang beragam. Pada sektor konsumer non-siklikal misalnya, AMRT, MIDI, hingga Indomaret sama-sama membukukan kinerja yang positif. Laba bersih AMRT naik 4,98% YoY, MIDI naik 20,27% YoY, atau laba bersih Indomaret naik hingga 11,46% YoY pada paruh pertama 2025.
Sebaliknya, sejumlah emiten konsumer siklikal justru mencatatkan kinerja yang lesu. LPPF dan RALS misalnya, sama-sama membukukan laba bersih yang susut sebesar masing-masing 3,52% dan 7,05% YoY.
Di sektor konsumer, Nafan merekomendasikan accumulative buy terhadap saham PT Erajaya Swasembada Tbk. (ERAA), dengan target harga Rp452 per lembar saham.
Selain itu, Nafan juga merekomendasikan saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) dengan target harga Rp530 per lembar. Angka itu mencerminkan potensi kenaikan 1,92% dari harga saat ini Rp920 per lembar.
Selain itu, Nafan merekomendasikan saham PT Astra Otoparts Tbk. (AUTO) dengan target harga Rp2.420 per lembar, yang mencerminkan potensi kenaikan 5,67% dari Rp2.290 pada perdagangan hari ini.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.