Bisnis.com, JAKARTA – Dua emiten peritel besar Tanah Air PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) dan PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF) mencatatkan kinerja yang tertekan sepanjang paruh pertama 2025. Kinerja kedua emiten ini tertekan dari sisi top line maupun bottom line.
Matahari (LPPF), misalnya, mencatatkan penjualan sebesar Rp3,40 triliun pada paruh pertama 2025. Penjualan itu susut 9,36% year on year (YoY) dari Rp3,75 triliun pada periode yang sama 2024.
Adapun dari segmen geografis, penjualan Matahari menyusut serentak di berbagai lokasi penjualan di seluruh Indonesia. Di Sumatera misalnya, Matahari hanya mampu membukukan penjualan sebesar Rp651,98 miliar pada paruh pertama 2025. Penjualannya di Sumatera susut 6,70% YoY dari Rp698,82 miliar.
Hal serupa terjadi pada penjualan LPPF di Pulau Jawa. Walaupun penjualan di pulau ini masih mendominasi, tetapi penjualan Matahari di Jawa susut 9,46% YoY menjadi Rp2,03 triliun dari Rp2,24 triliun pada paruh pertama 2024.
Segmen penjualan Matahari (LPPF) berdasarkan geografis (juta rupiah):
Sumatera |
Jawa |
Kalimantan, Sulawesi, Maluku |
Lainnya |
|
2025 |
651.985 |
2.035.048 |
559.507 |
149.897 |
2024 |
698.820 |
2.247.844 |
643.943 |
155.632 |
YoY |
-6,702011963 |
-9,466671175 |
-13,11234069 |
-3,684974812 |
Sumber: Laporan keuangan LPPF.
Baca Juga
Sejalan dengan susutnya penjualan Matahari, perseroan turut mencatatkan beban pokok pendapatan yang menyusut menjadi Rp1,11 triliun pada paruh pertama 2025. Angka itu mencerminkan 32,72% dari total pendapatan Matahari sepanjang Januari–Juni 2025.
Alhasil, Matahari hanya mampu membukukan laba kotor sebesar Rp2,28 triliun. Laba kotor sebelum pajak Matahari susut dari Rp2,50 triliun pada periode yang sama 2024.
Alhasil, setelah dikurangi berbagai pajak dan beban, LPPF hanya mampu membukukan laba bersih senilai Rp604,03 miliar pada paruh pertama 2025. Laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih ini susut 3,52% YoY dari Rp626,10 miliar pada periode yang sama 2024.
Kinerja yang lesu juga dialami oleh PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS), yang mencatatkan pendapatan sebesar Rp1,50 triliun pada periode paruh pertama 2025, turun 9,78% YoY dari Rp1,66 triliun pada periode yang sama 2024.
Susutnya kinerja RALS terutama disebabkan oleh penurunan penjualan perseroan di Sumatera, yang susut hingga 12,66% YoY dari Rp264,93 miliar menjadi Rp231,37 miliar pada periode yang sama 2025.
Selain itu, penjualan RALS juga susut 10,36% YoY dari Rp966,71 miliar pada periode paruh pertama 2025. Angka itu turun Rp1,07 triliun pada periode yang sama 2024.
Dengan kata lain, Matahari masih mendominasi penjualan di pasar Jawa dan Sumatera, dibandingkan Ramayana.
Susutnya penjualan RALS juga dibarengi dengan menyusutnya beban pokok penjualan hingga menjadi Rp707,78 miliar pada periode paruh pertama 2025. Dengan begitu, RALS hanya mampu membukukan laba bruto sebesar Rp795,24 miliar pada periode ini.
Alhasil, setelah dikurangi berbagai beban dan pajak, RALS hanya mampu membukukan laba tahun berjalan senilai Rp230,36 miliar, susut 7,05% YoY dari Rp247,86 miliar pada periode yang sama 2024.
Segmen penjualan Ramayana (RALS) berdasarkan geografis (juta rupiah):
Sumatera |
Jawa, Bali, NTT |
Kalimantan |
Sulawesi dan Papua |
|
2025 |
231.379 |
966.719 |
144.433 |
160.495 |
2024 |
264.933 |
1.078.560 |
154.866 |
167.665 |
YoY |
-12,66508891 |
-10,36947411 |
-6,736791807 |
-4,276384457 |
Sumber: Laporan Keuangan RALS.
Fenomena Rohana dan Rojali Bukan Satu-satunya Tantangan
Analis MNC Sekuritas PIK Hijjah Marhama menerangkan, lesunya kinerja dua emiten peritel besar Indonesia tidak hanya disebabkan oleh lemahnya daya beli masyarakat. Dia menerangkan, produk kedua emiten ini belum mampu menjadi pilihan utama fashion di masyarakat.
Rahma membandingkannya dengan kinerja MAP Group, yang memang menyasar segmen premium dan memiliki konsumen yang membeli demi kebutuhan lifestyle. Dia memberikan contoh, saat momentum besar Idul Fitri pada kuartal II/2025 lalu berlangsung, LPPF dan RALS tidak banyak dijadikan pilihan fashion bagi masyarakat.
“Outlook untuk keduanya menuju akhir tahun bisa jadi pertumbuhan moderat, yang didukung strategi-strategi diskon menjelang akhir tahun untuk menarik pembeli di segmen middle low,” katanya saat dihubungi, Kamis (7/8/2025).
Meskipun begitu, Rahma menilai bahwa faktor pemberat kinerja kedua emiten ini memang berada pada daya beli masyarakat yang masih rendah. Jadi, terlepas dari daya beli masyarakat yang lemah dan fenomena Rohana dan Rojali, kedua emiten masih dibayangi tantangan persaingan dengan produk lainnya.
Di paruh kedua 2025, RALS dan LPPF diprediksi tidak banyak memiliki momentum besar untuk meningkatkan penjualan. Tidak hanya itu, ketatnya persaingan dengan pakaian-pakaian import juga dinilai akan menjadi tantangan lainnya bagi kedua emiten.
"Di sisi lain produk RALS dan LPPF masih notabene dipandang kurang fashionable, tantangan terbesar bagi kedua emiten ini adalah perubahan tren yang sangat cepat," katanya.
Di lantai Bursa, saham RALS dibanderol seharga Rp394 per lembar. Sepanjang tahun berjalan, RALS telah terapresiasi 7,07%.
Adapun berdasarkan konsensus Bloomberg, hanya satu analis yang merekomendasikan buy untuk saham RALS, tiga analis merekomendasikan hold, dan satu analis merekomendasikan sell.
Para analis menargetkan harga sebesar Rp475 per lembar sepanjang 12 bulan ke depan. Hal itu mencerminkan kenaikan sebesar 20,55% dari harga saat ini.
Sementara itu, bagi saham LPPF, para analis merekomendasikan sell. Dari enam analis yang memberikan rekomendasi, tiga di antaranya merekomendasikan sell, dua buy, dan hanya satu analis merekomendasikan hold.
Target harga dari para analis untuk 12 bulan ke depan adalah sebesar Rp1.766 per lembar. Angka itu mencerminkan potensi kenaikan 11,41% dari harga LPPF saat ini Rp1.585 per lembar.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.