Bisnis.com, JAKARTA — Emiten konstruksi PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) mencatatkan kinerja laba yang jeblok pada paruh pertama 2025. Lantas, bagaimana prospek sahamnya?
Berdasarkan laporan keuangan, laba bersih ADHI tercatat turun hingga 45,23% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp7,54 miliar pada semester I/2025, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp13,7 miliar secara tahunan.
Penyusutan laba seiring dengan kinerja pendapatan yang turun 32,89% yoy menjadi Rp3,81 triliun sampai akhir semester I/2025.
Rinciannya, pendapatan teknik dan konstruksi sebesar Rp3,1 triliun, pendapatan properti dan pelayanan sebesar Rp176,5 miliar, manufaktur sebesar Rp383,2 miliar, dan pendapatan investasi dan konsesi sebesar Rp136,1 miliar.
Senior Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan bahwa mengacu pada laporan keuangan, penurunan pendapatan ADHI pada semester I/2025 terutama disebabkan oleh kinerja yang lebih rendah di seluruh segmen bisnis.
Penurunan pendapatan ADHI juga mencerminkan penundaan proyek dan lemahnya permintaan di seluruh segmen.
Baca Juga
Namun, ADHI mencatatkan perbaikan kinerja keuangan dari sisi liabilitas yang menyusut menjadi Rp24,7 triliun pada kuartal II/2025. Sementara utang jangka pendek dan panjang menurun menjadi Rp8,6 triliun.
"Penurunan utang ini sedikit memperbaiki beban keuangan pada enam bulan pertama 2025," tulis Sukarno dalam risetnya pada Jumat (25/7/2025).
Dengan kinerja keuangannya itu, ADHI dibayangi rencana merger. Holding operasional Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia yakni PT Danantara Asset Management (Persero) akan melanjutkan merger BUMN Karya pada semester II/2025.
Langkah merger BUMN Karya bertujuan membentuk entitas yang lebih efisien dan berfokus pada bisnis inti sebagai kontraktor.
Selain itu, anak-anak usaha perusahaan konstruksi pelat merah yang tidak berkaitan langsung dengan inti bisnis akan dikonsolidasikan. Merger BUMN Karya kemudian akan menyisakan tiga entitas induk.
Dalam merger itu, ADHI kemudian akan menjadi salah satu induk. ADHI akan menjadi induk PT Nindya Karya (Persero) dan PT Brantas Abipraya (Persero) untuk menangani rel kereta dan konstruksi sektor khusus lainnya.
Seiring dengan perkembangan kinerja keuangan dan ancang-ancang aksi korporasi, Sukarno dalam risetnya masih memberikan peringkat neutral bagi saham sektor konstruksi termasuk ADHI. Namun, Sukarno menilai bahwa valuasi saham ADHI masih undervalued.
Pada harga saat ini di level Rp250 per lembar, ADHI diperdagangkan dengan rasio price to earning (P/E) 12 bulan sebesar 8,53 kali, lebih rendah dibandingkan rata-rata 9,14 kali. Kemudian, rasio price to book value (PBV) sebesar 0,23 kali, lebih rendah dibandingkan rata-rata 0,64 kali.
Kiwoom Sekuritas Indonesia pun menargetkan harga ADHI pada level Rp300 per lembar. Adapun, harga saham ADHI masih di zona hijau saat ini.
Harga saham ADHI ditutup melemah 0,79% ke level Rp250 per lembar pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (25/7/2025). Namun, harga saham ADHI telah menanjak 17,92% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.
-----------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.