Bisnis.com, JAKARTA — Emiten di bawah holding tambang pelat merah MIND ID yakni PT Timah Tbk. (TINS) akan membagikan dividen tahun buku 2024 sebesar Rp63,73 per saham. Bagaimana kemudian prospek saham emiten tambang bijih timah ini?
Berdasarkan keputusan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) TINS pada Kamis (12/6/2025), TINS memutuskan akan menebar dividen 40% dari laba bersih tahun buku 2024 atau sebesar Rp474,65 miliar.
"Berdasarkan keputusan pemegang saham dividen disetujui 40%, lalu 60% sisanya menjadi saldo laba yang belum dicadangkan," kata Direktur Keuangan & Manajemen Risiko TINS Fina Eliani dalam konferensi pers RUPST TINS pada Kamis (12/6/2025).
Dengan jumlah saham beredar sebanyak 7,44 miliar, dividen per saham TINS mencapai Rp63,73.
Adapun, TINS sempat absen menebar dividen pada tahun buku 2023 karena membukukan rugi. Untuk tahun buku 2022, TINS menebar dividen Rp312,44 miliar atau Rp41,89 per saham. Jumlah itu setara dengan 30% dari laba bersih TINS.
Untuk tahun buku 2021, TINS menebar dividen Rp455,97 miliar atau Rp61,22 per saham. Jumlah itu setara dengan 35% dari laba bersih TINS.
Sementara itu, tahun buku 2024, TINS berhasil kembali membukukan laba bersih kembali sebesar Rp1,18 triliun.
Capaian laba TINS pada 2024 seiring dengan catatan pendapatan yang naik 29,37% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp10,86 triliun pada 2024, dibandingkan dengan 2023 yang sebesar Rp8,39 triliun.
Dengan harga saham TINS yang berada di level Rp1.160 per saham pada perdagangan kemarin, Kamis (12/6/2025), maka imbal hasil atau yield dividend tahun buku 2024 yang dapat diraup pemilik saham TINS mencapai 5,49%.
Gerak Lincah Saham TINS
Harga saham TINS melorot di tengah momen RUPST. TINS mencatatkan pelemahan harga saham 1,28% pada perdagangan kemarin ke level Rp1.160 per saham.
Meskipun, harga saham TINS masih di zona hijau, naik 8,41% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sejak perdagangan perdana 2025.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan TINS menjadi salah satu saham di subsektor tambang yang prospektif dan resilien didorong oleh tebaran dividennya.
"Harga timah global terjaga tinggi karena kelangkaan pasokan Myanmar dan China, serta pentingnya timah dalam industri elektronik. Valuasi TINS juga relatif murah," kata Liza kepada Bisnis pada Kamis (12/6/2025).
Namun, menurutnya, investor perlu mencermati isu tata kelola dan efisiensi biaya di TINS. Emiten juga menghadapi tantangan regulasi dan tekanan volume produksi.
Analis Sinarmas Sekuritas Inav Haria Chandra dan Kenny Shan dalam risetnya juga mempertahankan rekomendasi buy untuk TINS dengan target harga di level Rp1.800 per saham.
"Pandangan konstruktif kami didukung oleh prospek produksi yang membaik, tren ASP [harga jual rata-rata/average selling price] yang kuat, dan potensi kenaikan dari revisi RKAB [rencana kerja dan anggaran biaya] yang dapat meningkatkan volume ekspor," tulis Inav dan Kenny dalam risetnya.
Dalam jangka panjang, Sinarmas Sekuritas menilai terdapat peluang bagi saham TINS didorong upaya pemerintah dalam menangani penambangan ilegal yang selama ini jadi tantangan bagi TINS dan membantu menormalkan dinamika pasar.
Akan tetapi, terdapat tantangan bagi saham TINS di antaranya harga timah yang lebih rendah, gangguan produksi terkait cuaca, dan meningkatnya tekanan biaya.
Berdasarkan data Bloomberg, konsensus analis terbaru menunjukan bahwa sebanyak lima sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk TINS. Kemudian, satu sekuritas menyematkan rekomendasi hold. Target harga saham TINS berada di level Rp1.478 per saham dalam 12 bulan ke depan.