Bisnis.com, JAKARTA — PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) terseret ke dalam pusaran polemik penambangan nikel di Pulau Gag, kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ditelisik lebih dalam, tambang nikel yang dioperasikan oleh PT Gag Nikel berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan dan EBITDA emiten Grup MIND ID itu.
PT Gag Nikel merupakan anak usaha yang 100% sahamnya dimiliki oleh Antam. Perusahaan tersebut memiliki jumlah aset sebelum eliminasi sebesar Rp4,11 triliun per 31 Desember 2024.
Berdasarkan catatan Bisnis, semula kepemilikan saham mayoritas PT Gag Nikel sebesar 75% sempat dipegang oleh perusahaan asing asal Australia, yaitu Asia Pacific Nickel (APN) Pty. Ltd, sementara sisanya sebesar 25% dikuasai oleh Antam.
Struktur kepemilikan Gag Nikel berubah pada 2008 ketika Antam mengakuisisi seluruh saham milik APN Pty Ltd. Sejak saat itu, kendali penuh PT Gag Nikel dipegang oleh ANTM.
Berdasarkan laporan keuangan ANTM, PT Gag Nikel beroperasi komersial sejak 2018. Hingga saat ini, PT Gag Nikel merupakan satu-satunya perusahaan yang aktif memproduksi nikel dan berstatus kontrak karya (KK) di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya.
PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akte Perizinan 430.K/30/DJB/2017, serta memiliki wilayah izin seluas 13.136,00 hektare (ha).
PT Gag Nikel hanya satu dari enam tambang nikel yang masuk dalam portofolio aset Antam. Merujuk materi presentasi investor Antam periode kuartal I/2025, jumlah cadangan dan sumber daya PT Gag Nikel merupakan terbesar ketiga di antara tambang nikel milik Antam.
Lebih terperinci, dua tambang nikel milik Antam yang terbesar, yakni PT Sumber Daya Arindo (SDA) dengan cadangan 228 juta wet metric ton (wmt) dan sumber daya 294 juta wmt, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dengan cadangan 128 juta wmt dan sumber daya 374 juta wmt. Keduanya berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Selanjutnya, PT Gag Nikel memiliki cadangan 56 juta wmt dan sumber daya 320 juta wmt. Disusul, tambang nikel di Konawe Utara dengan cadangan 49 juta wmt dan sumber daya 234 juta wmt, tambang nikel di Kolaka dengan cadangan 20 juta wmt dan sumber daya 58 juta wmt, hingga yang terkecil tambang nikel di Maluku Utara dengan cadangan 13 juta wmt dan sumber daya 39 juta wmt.
Dari tambang-tambang nikel itu, ANTM memproduksi bijih nikel sebanyak 13,5 juta wmt pada 2023 dan 9,9 juta wmt pada 2024, serta 4,6 juta wmt pada kuartal I/2025. ANTM menghasilkan dua jenis produk akhir bijih nikel, yaitu saprolit (nikel kadar tinggi) dan limonit (nikel kadar rendah). Meski begitu, ANTM tidak memerinci volume produksi dari masing-masing tambang nikel milik perseroan.
Setelah larangan ekspor bijih nikel, mayoritas produk nickel ore ANTM diserap oleh pabrik pengolahan di dalam negeri, termasuk smelter milik Antam. Output yang dihasilkan dari pengolahan bijih nikel di smelter milik Antam adalah produk feronikel. Pada 2023 dan 2024, Antam tercatat memproduksi 21.500 ton feronikel dan 20.100 ton feronikel.
Pendapatan Antam dari lini bisnis nikel tercatat cukup berfluktuasi. Dari segmen nikel, Antam mengantongi pendapatan sebesar Rp9,5 triliun pada 2024 atau turun 26,18% secara tahunan dari Rp12,87 triliun pada 2023.
Segmen operasi nikel yang terdiri atas komoditas feronikel dan bijih nikel tercatat memberikan kontribusi sekitar 13,73% dari total penjualan bersih Antam pada 2024 yang mengukir rekor sebesar Rp69,19 triliun.
Berdasarkan estimasi analis yang diperoleh Bisnis, PT Gag Nikel berkontribusi cukup besar terhadap EBITDA Antam.
“EBITDA [tambang nikel Pulau Gag] terhadap Antam sedikitnya Rp1 triliun per tahun, dibandingkan dengan total EBITDA Antam sekitar Rp9 triliun per tahun,” tulis analis dari salah satu sekuritas itu.
Segmen nikel Antam disebut memiliki margin keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan segmen emas. Akibatnya, kontribusi lini bisnis nikel terhadap laba Antam makin tebal.
Di sisi kinerja saham, Community and Retail Equity Analyst Lead Indo Premier Sekuritas Angga Septianus menilai sentimen negatif terhadap aktivitas pertambangan PT Gag Nikel, berpotensi menular kepada induk usahanya, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) secara jangka pendek.
”Namun dalam jangka menengah, ANTM tetap konsisten bertahan uptrend di atas indikator MA10 secara teknikal kecuali bergerak sebaliknya,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (10/6/2025).
Angga menilai, isu ini justru bisa memberikan momentum bagi ANTM untuk memperbaiki tata kelola perusahaan dan mempertegas komitmen lingkungan perseroan.
"Selama ANTM tetap patuh pada regulasi dan mampu menjaga hubungan baik dengan pemerintah dan masyarakat lokal, potensi gangguan terhadap bisnis jangka panjang bisa diminimalkan," lanjutnya.
Di lantai bursa, saham ANTM parkir di level Rp3.260 pada akhir perdagangan Selasa (10/6/2025). Kemarin, ANTM merosot 5,51% atau 190 poin.
Meski begitu, ANTM sudah melesat 113,77% dari level Rp1.525 pada akhir 2024. ANTM sempat menyentuh level penutupan tertinggi tahun ini di posisi Rp3.550 pada 4 Juni 2025.
Manuver PT Gag Nikel
Selain menjalankan bisnis eksplorasi dan operator tambang nikel, PT Gag Nikel juga punya posisi strategis bagi Antam. Pada 3 Oktober tahun lalu, Antam melalui PT Gag Nikel baru saja mengakuisisi 30% saham PT Jiu Long Metal Industri (JLMI).
JLMI merupakan anak perusahaan yang dikendalikan oleh Eternal Tsingshan Group Limited. Dengan akuisisi ini ANTM mengharapkan peningkatan kinerja penjualan bijih nikel melalui suplai dari PT Gag Nikel, serta penciptaan nilai tambah melalui kontribusi pendapatan dari asosiasi.
Dalam transaksi itu, PT Gag Nikel membeli 30% saham JLMI dari Newton International Investment Pte. Ltd. senilai US$102,5 juta atau setara dengan Rp1,56 triliun dengan pembayaran kas.
Terkait dengan transaksi tersebut, ANTM menjelaskan bahwa PT Gag Nikel telah menerima uang muka pembelian dari PT Universal Metal Trading (UMT) sebesar US$45 juta. Uang muka itu sesuai dengan prepayment agreement terkait sebagian pemasokan bijih nikel yang akan dikirimkan oleh PT Gag Nikel kepada UMT sesuai dengan ore supply agreemnt.
“Dana yang didapatkan PT Gag Nikel dari UMT digunakan sebagai bagian dari pembayaran atas pembelian saham JLMI,” tulis manajemen ANTM dalam laporan keuangan 2024.
Setelah PT Gag Nikel efektif menjadi pemegang saham JLMI, anak usaha Antam itu memberikan pinjaman pemegang saham kepada JLMI sebesar US$18 juta dengan jangka waktu 2 tahun sesuai Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham.
Seperti diberitakan Bisnis, Plt. Presiden Direktur PT Gag Nikel Arya Aditya menyatakan siap menjalankan operasional yang selaras dengan seluruh mandat pemerintah, yakni menerapkan prinsip keberlanjutan.
“Kami siap mematuhi seluruh mandat pemerintah, memperketat standar lingkungan, serta mendukung upaya restorasi ekosistem laut. Sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan pertambangan berkelanjutan di Indonesia Timur,” ucap Arya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Dia menjelaskan bahwa sejak produksi perdana pada 2018, PT Gag Nikel beroperasi berdasarkan AMDAL resmi dan diawasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).(I Putu Gede Rama Paramahamsa)