Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Perkasa, Rupiah Ditutup Melemah 0,34% ke Level 16.308

Rupiah ditutup melemah ke posisi Rp16.308,7 pada perdagangan Selasa (3/6/2025). Di sisi lain, greenback terpantau mencatatkan penguatan.
Karyawan memperlihatkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (7/5/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memperlihatkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (7/5/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah ke posisi Rp16.308,7 pada perdagangan Selasa (3/6/2025). Di sisi lain, greenback terpantau mencatatkan penguatan.

Mengutip Bloomberg, rupiah ditutup melemah sebesar 55,70 poin atau 0,34% ke level Rp16.308,7 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,24% menuju 98,94.

Sementara itu, mata uang di Asia mayoritas juga loyo. Yen Jepang melemah 0,11% bersama rupee India sebesar 0,16%. Sementara itu, baht Thailand dan dolar Singapura juga ditutup melemah dengan persentase masing-masing 0,10% dan 0,14%.

Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menilai bahwa pergerakan dolar AS saat ini mendapat sentimen positif meskipun dibayangi oleh tekanan fiskal.

“Treasury AS dan dolar terpukul oleh kekhawatiran atas tingkat utang AS yang meningkat, sementara fokus juga tertuju pada RUU pemotongan pajak kontroversial yang didukung oleh Trump,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Dia menuturkan ketegangan geopolitik turut memberi warna pada pasar global. Ukraina kembali meluncurkan serangan pesawat nirawak yang menewaskan sejumlah pihak di wilayah Rusia. Di tengah konflik ini, Moskow tampak belum menunjukkan komitmen terhadap upaya mencapai gencatan senjata jangka panjang.

Sementara itu, data ekonomi dari Asia turut memperberat sentimen negatif global. Ibrahim mengatakan bahwa Indeks manufaktur Caixin China menunjukkan kontraksi yang dalam dan di luar ekspektasi pada Mei 2025.

Dari dalam negeri, tekanan ekonomi terasa setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadinya deflasi sebesar 0,37% secara bulanan (month to month/MtM) pada Mei 2025. Hal itu merupakan deflasi ketiga sepanjang tahun ini setelah Januari dan Februari, yang masing-masing mencatat deflasi 0,76% dan 0,48%.

Menurut Ibrahim, tren ini merupakan lampu kuning karena berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang diproyeksi kembali di bawah 5%.

“Deflasi berkepanjangan menandakan sebagian besar masyarakat menahan belanja. Hal ini membuat ekonomi ke depan lebih menantang. Artinya penduduk besar, tapi sebagian besar masyarakat tahan belanja,” pungkasnya.

Di sisi lain, kinerja neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 masih menunjukkan surplus sebesar US$160 juta. Namun, angka ini menipis dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan surplus US$4,33 miliar.

Surplus perdagangan Indonesia memang telah bertahan selama 60 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, tetapi tren penurunan ini patut diwaspadai.

Dengan situasi saat ini, dia memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi ditutup melemah di kisaran Rp16.300 - Rp16.370 pada Rabu (4/6/2025).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper