Bisnis.com, JAKARTA — Sukuk Ritel (SR) seri SR022 mencatat penjualan sebesar Rp1,62 triliun hingga Selasa (20/5/2025) atau hari ketiga setelah ditawarkan. Dari dua seri yang ditawarkan, tenor 3 tahun menjadi seri yang paling banyak dipesan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) telah meluncurkan SR022 dalam dua seri, yaitu SR022T3 dan SR022T5.
SR022T3 yang memiliki tenor tiga tahun menawarkan kupon sebesar 6,45% per tahun, dan SR022T5 dengan tenor lima tahun dan kupon sebesar 6,55% per tahun. Masa penawaran telah berlangsung sejak 16 Mei dan akan berakhir pada 18 Juni 2025.
Berdasarkan data dari salah satu mitra distribusi, PT Bibit Tumbuh Bersama (Bibit), sampai dengan pukul 17.30 WIB, investor telah memborong SR022 senilai total Rp1,62 dari kuota awal yang disediakan yakni Rp20 triliun.
Secara terperinci, SR022T3 telah terjual Rp1,28 triliun atau 8,54% dari total kuota Rp15 triliun, sehingga masih tersedia sisa kuota pembelian sebesar Rp13,71 triliun.
Adapun seri SR022T5 mencatat penjualan sebesar Rp339,84 miliar atau 6,80% dari kuota awal Rp5 triliun, dengan sisa kuota pembelian mencapai Rp4,66 triliun.
Baca Juga
Fixed Income Analyst Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Ahmad Nasrudin, mengatakan bahwa SR022T3 memang lebih menarik karena menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Musababnya, sampai dengan 19 Mei 2025, yield wajar di pasar untuk kedua tenor masing-masing adalah sebesar 6,37% dan 6,53%.
“Jadi, secara perbandingan, SR022-T3 lebih menarik karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Sementara itu, untuk SR022-T5, persentasenya masih comparable,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (20/5/2025).
Menurut Ahmad, SR022 bisa memikat lebih banyak permintaan jika imbal hasil di pasar turun mendekati batas akhir penawaran. Dengan bunga lebih tinggi, hal itu akan mendorong investor untuk memburu SR022 daripada instrumen alternatif lainnya.
“Namun, jika imbal hasil di pasar naik, seri alternatif akan menjadi lebih menarik, mendorong investor untuk memburu mereka daripada membeli SR022,” tuturnya.
Dari sisi makro, Ahmad menilai bahwa turunnya eskalasi perang dagang menjadi katalis positif karena meredam potensi lonjakan yield global. Pada saat bersamaan, kenaikan yield US Treasury akibat penurunan rating kredit AS dinilai belum berdampak signifikan terhadap pasar obligasi domestik, terutama pada tenor 3 dan 5 tahun.
Secara garis besar, dia berharap prospek penjualan SR022 tetap baik dengan sejumlah asumsi. Pertama, SR022 menawarkan pembayaran kupon bulanan yang menjadi pembeda utama dibanding seri FR atau PBS yang membayar kupon secara semesteran. Hal ini dinilai menjadi nilai tambah bagi investor ritel yang mengincar arus kas rutin.
Kedua, risk averse investor tetap tinggi di tengah ketidakpastian. Hal ini membuat investor ritel cenderung mengalokasikan lebih banyak dana ke surat utang pemerintah karena dinilai lebih aman dan mendorong untuk mengambil posisi risk off.
Ahmad turut mencermati pertumbuhan signifikan jumlah investor ritel dalam beberapa tahun terakhir sebagai salah satu pendorong permintaan.
“Keempat, fitur fixed rate menarik di tengah ekspektasi penurunan suku bunga acuan ke depan. Jika benar-benar suku bunga benar-benar diturunkan, maka persentase kupon SR022 tidak akan turun,” ungkapnya.
Meski demikian, dia menggarisbawahi sejumlah tantangan yang dapat mempengaruhi penyerapan SR022. Salah satunya adalah potensi kenaikan yield di pasar akibat sentimen global, terutama jika inflasi di AS naik atau ketegangan perdagangan kembali meningkat menjelang batas waktu penyesuaian tarif oleh Donald Trump.
______________________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.