Bisnis.com, JAKARTA — Aktivitas merger dan akuisisi (M&A) di Indonesia mencapai puncak tertinggi dalam dekade terakhir pada periode 2021-2022, dengan para dealmakers strategis menargetkan transaksi yang bernilai lebih kecil.
Tren ini berlanjut sepanjang 2023, tetapi menghadapi kontraksi akibat tekanan makroekonomi, termasuk kenaikan suku bunga Federal Reserve AS dan Bank Indonesia, serta sentimen wait and see dealmakers menjelang tahun politik.
Memasuki 2024, pasca berlangsungnya pemilihan umum, aktivitas transaksi menunjukkan perbaikan dengan kenaikan sekitar 20% pada kuartal I-III dibandingkan periode yang sama pada 2023. Pemulihan ini didorong kebijakan pro-investasi yang konsisten.
Lanskap transaksi M&A diproyeksikan terus berkembang dengan tren utama transformasi digital, energi terbarukan, konsolidasi sektor jasa keuangan, dan pembentukan superholding investasi.
Fabio Kusuma, Transaction Services Leader di PwC Indonesia, memproyeksikan aktivitas M&A akan mengalami akselerasi mulai 2025, dengan lima faktor fundamental sebagai katalisator.
Pertama, omnibus law yang merelaksasi regulasi kepemilikan asing dan hilirisasi mineral. Kedua, pembentukan superholding seperti Danantara sebagai sovereign wealth fund untuk konsolidasi aset negara dan transaksi antar Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ketiga, pertumbuhan ekonomi digital berkelanjutan didukung transformasi bisnis dan penetrasi internet. Keempat, target energi terbarukan dengan pendanaan global. Kelima, regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait spin-off bisnis syariah untuk konsolidasi sektor keuangan.
MELAKUKAN DENGAN TEPAT
Potensi pertumbuhan M&A menuntut pendekatan strategis dan forward-looking dalam memanfaatkan peluang sambil mengatasi tantangan kompleks. "Melaksanakan transaksi tepat harus diimplementasikan dengan eksekusi berkualitas untuk mencapai hasil yang diinginkan," kata Radju Munusamy, Deals Strategy and Operations Leader di PwC Indonesia.
Radju mengidentifikasi empat faktor krusial dalam pelaksanaan M&A, yakni objektif transaksi, uji tuntas, sinergi, dan integrasi. Dealmakers harus menyelaraskan objektif dengan strategi organisasi untuk memaksimalkan penciptaan nilai.
"Target akuisisi yang sesuai dapat mengoptimalkan penciptaan nilai, memperkuat posisi kompetitif, dan menyajikan value proposisi unik kepada pelanggan," katanya.
Perusahaan umumnya menjalankan due diligence untuk mengevaluasi kesesuaian target dengan standar internal. "Perusahaan sukses memanfaatkan due diligence untuk mengidentifikasi area sinergi dan blueprint integrasi, termasuk value creation dan risk mitigation," jelas Radju.
Survei PwC menunjukkan 52% dealmakers Indonesia memulai identifikasi sinergi saat deal selection, dan 39% memulai perencanaan integrasi pada tahap due diligence. Data menunjukkan 50% transaksi menfinalisasi rencana integrasi pasca closing karena kolaborasi yang lebih transparan antara perusahaan dan target.
Wisnu Medan Santoso, Senior Vice President Business Development PT Pertamina (Persero), memprioritaskan identifikasi sinergi berdampak signifikan pada tahap awal proses transaksi untuk memastikan aspek sinergi terkandung dalam perjanjian transaksi.
”Asesmen sinergi komprehensif memang membutuhkan waktu karena perlunya koordinasi dengan berbagai fungsi dalam grup perusahaan kami," katanya.
Realisasi sinergi memerlukan alokasi sumber daya untuk kelancaran transaksi dan operasional. Ketidakseimbangan dalam organisasi dapat menghambat pencapaian prioritas integrasi dan menurunkan moral karyawan. Organisasi harus mengalokasikan sumber daya manusia (SDM), waktu, dan investasi finansial secara optimal.
KOMPONEN INTEGRAL DALAM INTEGRASI
Publikasi PwC mengidentifikasi tiga komponen integral dalam integrasi, yakni proses bisnis, teknologi informasi (TI), dan SDM. "Ketiga aspek memiliki signifikansi sama sebagai pilar fundamental operasional. Proses bisnis menentukan operasional, SDM mencakup organisasi yang menjalankan proses, dan TI memfasilitasi kolaborasi di seluruh entitas," kata Radju.
Integrasi proses bisnis meliputi perancangan Target Operating Model (TOM) untuk meminimalkan gangguan operasional selama transisi. Integrasi TI memastikan alignment sistem, aplikasi, infrastruktur, dan data. Integrasi SDM fokus pada penyelarasan perspektif organisasi dan retensi talenta.
Hasil survei menunjukkan dealmakers Indonesia memiliki prioritas konsisten dengan global, yakni kejelasan organisasi (95%), komunikasi yang efektif (89%), dan retensi pemimpin (79%).
Implementasi integrasi merupakan proses kompleks dengan risiko keterlambatan jika tidak dipahami dan direncanakan efektif. Oleh karena itu, perencanaan integrasi menjadi elemen kritikal dalam setiap transaksi M&A.