Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspektasi Penurunan BI Rate Menguat, Sektor Saham Mana Paling Diuntungkan?

Harapan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate kian menguat seiring dengan apresiasi nilai tukar rupiah dan inflasi domestik yang terkendali.
Investor mengamati layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Jakarta, Rabu (Rabu (7/5/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Investor mengamati layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Jakarta, Rabu (Rabu (7/5/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Harapan pelonggaran moneter lewat penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate kian menguat, mengingat apresiasi nilai tukar rupiah dan inflasi domestik yang terkendali. Sinyal ini dinilai menjadi katalis positif bagi sejumlah sektor saham yang sensitif terhadap biaya pendanaan dan konsumsi domestik.

Bank sentral diketahui akan mengumumkan kebijakan moneter terbarunya setelah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20-21 Mei 2025. BI Rate kini berada di level 5,75% atau tidak mengalami perubahan sejak awal tahun. 

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menyatakan bahwa situasi makro ekonomi saat ini sudah memberikan ruang bagi BI untuk melonggarkan kebijakan moneternya sejalan dengan tren global.

Saat ini, rupiah telah menunjukkan apresiasi setelah penurunan peringkat kredit Amerika Serikat (AS) oleh Moody’s dari AAA menjadi Aa1. Perubahan ini menyebabkan dolar AS melemah, sehingga mendorong rupiah hingga ke level Rp16.418 per dolar AS, jauh lebih kuat dari posisi Rp16.943 sebulan sebelumnya.

“Penguatan rupiah menjadi sinyal positif. Dengan kondisi ini, BI seharusnya mulai mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, apalagi rupiah sudah terapresiasi,” ujar Nafan kepada Bisnis, Selasa (20/5/2025). 

Selain penguatan nilai tukar rupiah, laju inflasi yang rendah juga menjadi pertimbangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi Indonesia per April 2025 berada di level 1,95%, sedangkan BI Rate masih bertahan di 5,75%.

“Jarak BI rate dan inflasi sudah terlalu lebar. Ini saatnya BI menyesuaikan, apalagi tekanan inflasi masih dalam kendali dan stabilitas nilai tukar mendukung,” ucapnya.

Nafan turut menyinggung bank sentral negara lain, seperti Bank Sentral China yang telah memangkas Loan Prime Rate (LPR) satu tahun sebesar 10 basis poin menjadi 3%, dan LPR lima tahun turun 10 basis poin menjadi 3,5%. Kebijakan serupa juga telah diambil European Central Bank dan Bank of England guna menghadapi disinflasi.

Menurutnya, jika BI Rate turun, akan muncul efek penurunan biaya pendanaan atau lowering cost effect yang berdampak pada ekspansi sektor-sektor tertentu.

“Perbankan akan menjadi sektor yang paling awal merespons melalui peningkatan ekspansi kredit, terutama kredit produktif dengan kualitas yang baik,” pungkasnya.

Tak hanya perbankan, sektor industri dan manufaktur juga diuntungkan. Penurunan suku bunga akan memperkuat sentimen di sektor ini karena biaya modal yang lebih rendah akan mendorong percepatan ekspansi kapasitas produksi.

Lebih lanjut, dia mengatakan sektor teknologi akan ikut terangkat, mengingat penguatan konsumsi domestik yang akan terjadi akibat pelonggaran suku bunga acuan. Dengan biaya pinjaman yang lebih ringan dan daya beli masyarakat meningkat, emiten teknologi berpeluang mencatat lonjakan pendapatan.

Selain itu, sektor barang konsumsi, baik cyclical maupun non-cyclical, juga berpotensi mengalami peningkatan permintaan. Adapun, sektor berbasis komoditas seperti energi dan bahan baku juga tak luput dari potensi keuntungan.

“Sektor properti juga berdampak positif karena berpeluang mengoptimalkan kinerja KPR [Kredit Pemilikan Rumah] dan KPA [Kredit Pemilikan Apartemen],” ucapnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper