Bisnis.com, JAKARTA — Komitmen PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) untuk mempertahankan 100% laba bersih sebagai dividen dinilai analis cukup menarik, tetapi masih menyimpan risiko yang cukup tinggi.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan bahwa komitmen UNVR menjadi daya tarik utama bagi investor yang berorientasi pada pendapatan tetap. Strategi ini membantu menjaga loyalitas investor institusi supaya menjadi shock absorber kala harga saham perseroan stagnan atau melemah.
Namun, kebijakan tersebut juga menyimpan risiko jangka panjang. Menurut Liza, tanpa adanya retensi laba, Unilever Indonesia akan menghadapi keterbatasan dalam mendanai ekspansi organik di masa-masa mendatang.
“Kunci kepercayaan investor tetap terletak pada pemulihan volume penjualan dan inovasi produk. Dividen saja tidak cukup jika pertumbuhan top line terus menurun,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (24/4/2025).
Dari sisi teknikal, Liza menuturkan bahwa saham UNVR menghadapi resistance penting di level Rp1.550 per saham. Jika level ini mampu ditembus, terbuka ruang penguatan menuju target jangka pendek di kisaran Rp1.800.
Dia menyarankan strategi average up jika harga menembus level Rp1.600 sebagai konfirmasi momentum penguatan. Namun, investor tetap disarankan mencermati risiko koreksi teknikal, mengingat reli saat ini belum disertai lonjakan volume.
Baca Juga
Sebelumnya, Presiden Direktur Unilever Indonesia Benjie Yap menyatakan bahwa manajemen berkomitmen membagikan 100% laba bersih sebagai dividen untuk tahun buku 2025. Menurutnya, strategi tersebut akan menjadi salah satu daya tarik utama dalam menjaga minat investor terhadap saham UNVR.
“Apa yang sudah kami lakukan selama ini terkait dividen, akan tetap kami pertahankan. Investor dapat mengharapkan payout ratio 100% pada 2025,” ujar Benjie dalam paparan kinerja keuangan kuartal I/2025.
Di sisi lain, saham UNVR masih menunjukkan performa negatif sejak awal tahun atau secara year to date (YtD). Saham emiten konsumer ini tercatat turun 20,69% YtD dan melemah 82,12% dalam kurun lima tahun terakhir hingga ke posisi Rp1.495.
Menanggapi hal tersebut, Benjie menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk memperbaiki harga saham perusahaan adalah dengan meraih pertumbuhan kinerja secara konsisten, baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.
“Kami paham tantangan harga saham ini bukan hanya terjadi dalam setahun terakhir, tetapi sudah berlangsung selama 5 tahun, dan itu merupakan konsekuensi dari kinerja perusahaan yang kurang optimal selama periode tersebut,” ucapnya.
Meski demikian, dia menuturkan bahwa perseroan telah mengambil sejumlah langkah pahit sejak akhir kuartal tahun lalu guna memperbaiki fundamental keuangan.
Beberapa di antaranya termasuk penyesuaian harga yang berdampak pada turunnya penjualan grosir jangka pendek, serta pengurangan stok. Namun, hal tersebut diharapkan mampu menjadi pondasi pertumbuhan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, Benjie berharap bahwa sejumlah langkah penting yang telah diambil manajemen Unilever Indonesia selama beberapa bulan terakhir dapat memperlihatkan hasil positif dalam beberapa tahun mendatang.
“Kami sadar bahwa hanya dengan kinerja berkelanjutan baik di sisi pendapatan maupun laba bersih, harga saham bisa meningkat,” ujar Benjie.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.