Bisnis.com, JAKARTA — Emiten properti, PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) bergerak lincah untuk menggalang prapenjualan pada awal tahun ini. Meski capaian marketing sales masih lambat, saham CTRA dan SMRA disebut analis menarik untuk dikoleksi investor.
Sepanjang kuartal I/2025, CTRA tercatat membukukan marketing sales sebesar Rp3,15 triliun. Merujuk riset yang dipublikasikan BRI Danareksa Sekuritas, capaian tersebut lebih rendah 5% dibandingkan dengan kuartal I/2024 yang mencapai Rp3,32 triliun. Namun, realisasi itu melonjak 35% dari kuartal IV/2024 (quarter on quarter/QoQ).
“Ya, data itu benar,” ujar Head of Investor Relation Ciputra Development Aditya Ciputra Sastrawinata saat dikonfirmasi Bisnis, Selasa (22/4/2025).
Merujuk riset berbeda yang dirilis BRI Danareksa Sekuritas, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) membukukan marketing sales sebesar Rp877 miliar sepanjang kuartal I/2025. Bisnis.com sudah meminta konfirmasi data tersebut kepada manajemen SMRA. Namun, hingga berita ini ditayangkan, pihak manajemen belum memberikan tanggapan.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Ismail Fakhri Suweleh berpendapat bahwa penurunan marketing sales CTRA secara tahunan disebabkan oleh tingginya basis penjualan pada kuartal I/2024 yang didorong oleh proyek Sampali dan Tanjung Morawa dengan kontribusi Rp1 triliun.
Selain itu, proyek CitraLand Surabaya Dempsey Hill berkontribusi Rp209 miliar. Adapun, tingkat serapan keseluruhan dari peluncuran baru ini mencapai 83%.
“Dan, bulan puasa yang sepenuhnya jatuh pada Maret 2025 [juga menjadi penyebab kontraksi prapenjualan secara tahunan],” tuturnya dalam riset, dikutip Rabu (23/4/2025).
Meski demikian, Ismail menyatakan CTRA masih meluncurkan beberapa proyek di Bintaro, Serpong, dan Surabaya pada kuartal I/2025, yang seluruhnya meraih Rp536 miliar atau berkontribusi 17% terhadap total prapenjualan atau marketing sales.
Komposisi produk CTRA masih didominasi oleh rumah tapak sebesar 91%, dengan distribusi harga di rentang Rp1 miliar-Rp2 miliar dan Rp2 miliar-Rp5 miliar berkontribusi 29% dan 44%. Konsentrasi lokasi tetap ideal dengan 49% di Jabodetabek dan 25% di Surabaya.
Lebih lanjut, penjualan pemasaran yang memenuhi syarat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercatat Rp1,4 triliun atau berkontribusi 44% dari total prapenjualan.
“Hal ini berkat strategi CTRA mempercepat skema pembangunan untuk memaksimalkan jumlah unit yang memenuhi syarat insentif PPN,” kata Ismail.
Dia menambahkan bahwa secara keseluruhan, capaian marketing sales mencerminkan strategi CTRA dalam menangkap permintaan aktif yang ada saat ini.
BRI Danareksa mempertahankan rekomendasi beli untuk CTRA dengan target harga Rp1.700 per saham. Menurut Ismail, harga CTRA saat ini mencerminkan diskon sebesar 77% terhadap RNAV dibandingkan rerata historis 5 tahun sebesar 63%.
Di lantai bursa, saham CTRA parkir di level Rp845 hingga Selasa (22/4/2025). Pada level itu, saham CTRA merosot 13,77% secara year-to-date.
Kinerja Prapenjualan SMRA
Untuk kinerja prapenjualan SMRA, Ismail menjabarkan perolehan marketing sales atau prapenjualan SMRA melemah 49% secara kuartalan, tetapi menguat 8% secara tahunan (year on year/YoY).
“Capaian tersebut di bawah estimasi kami yang sebesar Rp4,54 triliun atau 19% dari proyeksi 2025 maupun target perusahaan sebesar Rp5 triliun [18%],” ujarnya dalam riset terbaru.
Menurut Ismail, hampir semua proyek utama mencatat pencapaian yang lebih rendah dari perkiraan, kecuali Serpong dan Crown Gading. Adapun, raihan kuartal I/2025 itu juga berada di bawah rerata historis perusahaan yang mencapai 21%.
Hari kerja yang sedikit pada kuartal I/2025 dinilai karena ada momen libur Lebaran dan penurunan kepercayaan konsumen. Ismail menunjukkan bahwa komposisi produk kali ini didominasi oleh rumah tapak yang berkontribusi 76%, meskipun pertumbuhannya melambat 2% YoY.
Kendati demikian, segmen ruko memberikan kontribusi signifikan terhadap prapenjualan SMRA pada kuartal I/2025 dengan kontribusi 22% dari total marketing sales. Kontribusi itu meningkat dari level 10% sepanjang tahun lalu.
“Capaian itu didorong oleh peluncuran City Hub Commercial di Serpong dan Centeria Square di Bogor yang dilakukan pada akhir Maret 2025,” kata Ismail.
Sementara itu, komposisi metode pembayaran masih didominasi oleh kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 45%, diikuti oleh cicilan tunai sebesar 40%
BRI Danareksa mempertahankan rekomendasi beli untuk saham SMRA dengan target harga berbasis revalued net asset value (RNAV) sebesar Rp800 per saham. Saham SMRA dibanderol Rp404 per saham. Sejak awal 2025, saham Summarecon Agung melemah 17,55%.
“Kami melihat prospek jangka panjang SMRA berasal dari bauran harga Rp1 miliar–Rp5 miliar, yang menyasar permintaan end-user entry-level untuk rumah tapak di wilayah Jabodetabek. Perusahaan juga memiliki sumber pendapatan berulang yang kuat, berkontribusi sekitar 42% terhadap pendapatan pada 2025,” tutur Ismail.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.