Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan pembelian kembali saham atau buyback tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tercatat, sebanyak 21 emiten merancang buybcak saham dengan total anggaran yang disiapkan mencapai Rp14,97 triliun
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi mengatakan mempertimbangkan kondisi pasar terkini, OJK pun langsung ambil langkah, salah satunya kebijakan memperbolehkan emiten buyback tanpa RUPS.
Pada perkembangannya, hingga 9 April 2025, terdapat 21 emiten yang berencana buyback tanpa RUPS. Total anggaran yang disiapkan emiten mencapai Rp14,97 triliun. Lalu, 15 di antara emiten itu telah melakukan buyback dengan realisasi Rp429,72 miliar.
Upaya OJK itu dilakukan seiring dengan kondisi pasar saham yang telah lesu. OJK mencatat, indeks harga saham gabungan (IHSG) telah melorot 8,04% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) sampai akhir kuartal I/2025 atau 27 Maret 2025.
"OJK akan terus melakukan monitoring pasar. Ambil kebijakan respon cepat dan tepat mitigasi volatilitas pasar," kata Inarno dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Jumat (11/4/2025).
Sebelumnya, Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai bahwa kebijakan buyback saham tanpa RUPS akan berdampak dua sisi bagi pasar saham.
Baca Juga
"Dampaknya ke pasar saham bisa dua sisi yakni, bisa membantu stabilisasi harga, tapi kalau tata kelolanya lemah, justru bisa mengurangi kepercayaan investor," katanya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan bahwa buyback saham tanpa RUPS memberi fleksibilitas lebih bagi emiten untuk merespons kondisi pasar dengan cepat, tanpa harus melalui proses yang panjang.
Menurutnya, hal itu bisa menjadi langkah positif untuk mengurangi tekanan jual, meningkatkan likuiditas, dan memberikan dukungan terhadap valuasi saham.
Adapun dia menjelaskan apabila buyback saham dilakukan, maka bisa menjadi strategi yang efektif untuk stabilisasi harga, terutama di tengah pasar yang fluktuatif.
"Dengan buyback, perusahaan menunjukkan kepercayaan terhadap prospek bisnisnya, yang bisa meningkatkan sentimen investor dan menjaga harga saham tetap atraktif," ujarnya.
Meski begitu, dia melihat bahwa buyback saham tanpa RUPS tetap memiliki risiko, khususnya dari sisi tata kelola perusahaan (GCG) dan perlindungan investor minoritas.
Dia menjelaskan bahwa tanpa mekanisme RUPS, transparansi bisa berkurang, dan adanya potensi pemegang saham mayoritas meningkatkan kepemilikan tanpa mekanisme pasar yang wajar.
Sementara, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah mengatakan untuk emiten yang sudah memiliki alokasi belanja modal (capex) yang cukup, atau emiten dengan kondisi keuangan yang sehat, lebih berpotensi untuk menerapkan kebijakan tersebut.
"Imbasnya akan berbeda dengan emiten yang secara posisi keuangan memiliki keadaan yang tidak sehat," ujarnya.
Adapun dia melihat meski saat ini pasar saham cenderung mulai stabil dengan keadaan makro yang membaik, menurutnya volatilitas masih berpotensi sangat tinggi.