Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Asia rontok pada perdagangan awal pekan ini, Senin (7/4/2025), menjelang berlakunya tarif impor AS terhadap mitra dagang di seluruh dunia mulai 9 April 2025.
Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Senin (7/4/2025), indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 6,29%, Shanghai Composite China turun 3,93%, Hang Seng Index Hong Kong merosot 8,5%, Kospi Index Korea Selatan melemah 4,47%, dan Taiwan Taiex Index anjlok hampir 10% atau 9,69%.
Di kawasan Asia Tenggara, indeks FTSE Bursa Malaysia KLCI turun 4,37%, Strait Times Index STI merosot 6,22%, PSEi Filipina turun 4,02%, Vietnam Ho Chi Minh Stock Index turun 1,8%, dan Stock Exchange of Thailand Index melorot 3,15%. Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) tidak beranjak dari level penutupan 27 Maret 2025 karena Bursa Efek Indonesia masih libur Lebaran.
Seperti dilansir Bloomberg, bursa saham di Hong Kong, China, dan Taiwan anjlok setelah pemerintahan Xi Jin Ping mengumumkan tarif retaliasi 34% untuk impor asal Amerika Serikat.
Jun Bei Liu, pendiri hedge fund Ten Cap Pty., mengatakan volatilitas di pasar saham Asia akan berlangsung dalam beberapa waktu. Hal itu juga membuka peluang akumulasi untuk perusahaan yang tidak terdampak perang dagang.
Bloomberg melansir pasar saham Jepang mengalami circuit-breaker setelah mengalami penurunan yang signifikan. Sementara itu, bursa Korea Selatan menerapkan penghentian sementara perintah jual (halted sell orders) dalam sistem perdagangan.
Sepanjang tahun berjalan 2025, pasar saham Asia Tenggara disebut sebagai bursa dengan kinerja terburuk di dunia.
“Kawasan yang paling terpukul oleh pengumuman tarif AS tidak diragukan lagi ialah emerging market di Asia,” kata analis ING Bank Padhraic Garvey and Francesco Pesole dalam catatan kepada investor, baru-baru ini.
Menurut mereka, strategi melepas aset berisiko (risk-off) telah menjadi tema global dan dapat diikuti oleh tingkat pasar yang lebih rendah.
Bloomberg mencatat Amerika Serikat akan menerapkan tarif impor terhadap barang asal Vietnam sebesar 46%, Thailand 36%, dan Indonesia 32%. Sementara itu, China secara akumulasi menghadapi tarif impor sebesar 54%.