Bisnis.com, JAKARTA — Emiten jasa layanan angkutan laut, PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR) menyebut pelemahan rupiah terhadap dolar memiliki dua dampak terhadap kinerja perusahaan pelayaran, tergantung pada operasional domestik atau internasional.
Direktur Utama Samudera Indonesia Bani M. Mulia mengatakan mayoritas kapal perusahaan beroperasi di pasar internasional dengan pendapatan dalam dolar AS. Dengan begitu, penguatan dolar AS terhadap rupiah tidak berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan.
“Ada dua dampak, kalau untuk mayoritas kapal kami banyak bisnis internasional, freight rate mayoritas diterima dalam dolar AS, kalau dolar AS kuat kami tidak dirugikan. Artinya, tidak ada masalah karena pendapatan kami juga dolar,” kata Bani dalam paparan publik, Rabu (26/3/2025).
Baca Juga : Konsorsium Samudera Indonesia (SMDR) Bakal Bangun Terminal Petikemas Patimban US$1 Miliar |
---|
Di pelabuhan, kata Bani, terdapat biaya yang juga berbasis dolar AS. Biaya yang dimaksud ialah investasi dan belanja modal (capital expenditure/capex) yang dilakukan dalam mata uang dolar AS.
Sementara itu, untuk operasional pelayaran domestik yang menggunakan transaksi rupiah, perusahaan perlu menyesuaikan biaya dengan pendapatan agar tetap seimbang. Saat ini, SMDR belum berencana menambah armada untuk layanan domestik, mengingat pembelian kapal dilakukan dalam dolar AS, sedangkan tarif angkut dalam negeri menggunakan rupiah.
Sementara itu berdasarkan Bloomberg, mata uang rupiah ditutup menguat tipis sebesar 0,14% atau 24 poin ke posisi Rp16.581 per dolar AS pada perdagangan Rabu (26/3/2025).
Sebelumnya, rupiah sempat anjlok ke level Rp16.640 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Selasa (25/3/2025) atau mencapai level terparah sejak 1998. Bahkan, level itu melewati titik tertinggi sebelumnya saat Covid-19 pada 23 Maret 2020. Adapun, titik tertinggi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 1998 sempat menyentuh ke level Rp16.800 per dolar AS.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menjelaskan rupiah terus-menerus melemah karena kekhawatiran pasar soal perang dagang yang dipicu oleh kebijakan kenaikan tarif Donald Trump.