Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah saham konglomerat seperti milik Prajogo Pangestu hingga Sugianto Kusuma atau Aguan tercatat menjadi penekan utama IHSG sejak awal tahun. Aksi ambil untung alias profit taking investor disebut sebagai salah satu penyebabnya.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia sampai 19 Maret 2025, sejumlah saham konglomerat masuk ke jajaran top laggards IHSG sejak awal tahun. Saham-saham tersebut adalah PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) yang turun 42,86% dan memberatkan IHSG 153,14 poin.
Kemudian, saham PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) turun 18,33% serta memberatkan IHSG 31,43 poin, dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) turun 41,80% dan memberatkan IHSG 19,43 poin. Ketiga saham tersebut merupakan saham emiten yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu.
Selanjutnya, top laggards diisi oleh saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) milik Aguan yang jeblok 42,34% dan memberatkan IHSG 28,55 poin, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) milik Djoko Susanto yang turun 23,86% dan memberatkan IHSG 26,69 poin, serta PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) milik Agoes Projosasmito yang turun 32,45% dan memberatkan IHSG 88 poin.
Ekonom Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan saham konglomerat penggendeong IHSG banyak dijual dikarenakan beberapa alasan. Alasan pertama, menurut Felix karena belum berhasilnya saham-saham tersebut masuk ke indeks MSCI periode Februari 2025.
"Ini menyebabkan tekanan harga yang signifikan pada saham-saham tersebut," ucap Felix, Kamis (20/3/2025).
Alasan selanjutnya adalah aksi profit taking yang dilakukan oleh para investor yang telah lama menggenggam saham-saham tersebut.
"Terutama setelah reli panjang yang membuat valuasi saham konglomerat ini relatif premium dibandingkan dengan sektor lainnya," ujarnya.
Namun, aksi korporasi dari pemilik dan jajaran direksi untuk membeli sahamnya menjadi sentimen positif di tengah penurunan harga sahamnya baru-baru ini.
Seperti diberitakan Bisnis, taipan Garibaldi 'Boy' Thohir melaporkan telah menambah kepemilikannya pada saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI). Boy Thohir membeli sebanyak 3,65 juta saham AADI dan diperkirakan mengeluarkan dana Rp24 miliar untuk membeli saham-saham tersebut.
Sementara itu, konglomerat Prajogo Pangestu tengah bergeliat menambah kepemilikan saham di PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN). Terbaru, Prajogo memborong 1,77 juta saham BREN.
Berdasarkan keterbukaan informasi, Prajogo tercatat telah menjalankan transaksi pembelian 1,77 juta saham BREN pada 18 Maret 2025 di harga Rp4.987 per saham atau saat saham BREN anjlok 11,79%. Alhasil, dalam transaksi tersebut, Prajogo merogoh kocek Rp8,82 miliar.
Felix menilai aksi borong saham oleh konglomerat dan petinggi emiten tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan tinggi dari manajemen terhadap prospek bisnis perusahaannya ke depan. Aksi itu sekaligus memberikan dukungan psikologis bagi pasar bahwa saham-saham tersebut masih memiliki fundamental yang kuat.
"Apabila aksi beli ini terus berlanjut dan didukung oleh sentimen positif lain, tekanan jual yang terjadi saat ini [ke saham konglomerat] bisa mereda dan berpotensi membuka peluang pemulihan harga dalam beberapa waktu ke depan," tambahnya.
Adapun, Felix menuturkan akumulasi terhadap saham-saham konglomerat tersebut bisa dilakukan secara bertahap. Hal tersebut karena setelah anjlok dalam, pelaku pasar bisa memiliki ekspektasi rebound terhadap saham-saham tersebut.
"Selain itu juga perhatikan sentimen yang terkait dengan emiten-emiten tersebut," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menjelaskan sampai Januari tahun ini, saham-saham konglomerasi tersebut masih mengalami penguatan. Akan tetapi, penurunan signifikan terjadi pada awal Maret ini.
"[Penurunan] karena gagal masuk MSCI, lalu penurunan rating Indonesia juga dari berbagai instansi keuangan global," ujar Ekky, Kamis (20/3/2025).
Ekky juga menjelaskan alasan penguatan sebelumnya dari saham-saham konglomerasi tersebut karena isu masuk ke indeks MSCI. Sehingga, ketika diumumkan jika emiten-emiten tersebut tidak dipertimbangkan masuk ke indeks MSCI, sahamnya langsung mengalami penurunan signifikan.
Dia juga menjelaskan emiten-emiten Grup Barito milik Prajogo Pangestu dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) milik Aguan kenaikannya selama ini sudah tidak memandang rasio seperti price to earnings ratio (PER) dan price to book value (PBV).
"Investor beli saham ini karena spekulasi kinerja di masa depan, jadi ada story-nya," ucap Ekky.
Adapun menurutnya saat ini belum menjadi waktu yang tepat bagi investor untuk melakukan akumulasi terhadap saham-saham konglomerat tersebut. Dia menuturkan saham-saham tersebut dapat dimanfaatkan untuk trading ketika terjadi technical rebound untuk trader.
"Untuk investasi sebaiknya hindari saham-saham konglomerasi karena secara valuasi yang tinggi, dan risiko penurunan bisa lebih dalam jika tren bearish saat ini berlanjut," tuturnya.
Sebelumnya, Head of Equity Research Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengatakan saham-saham konglomerat mencatat penurunan paling tajam pada Selasa (18/3/2025), sebelum aksi jual menyebar ke saham-saham blue-chip.
"Karena saham-saham ini memiliki bobot yang cukup besar untuk IHSG dan banyak dimiliki oleh investor ritel, saham-saham ini sangat berpengaruh pada pergerakan IHSG dan sentimen pasar secara umum," ujarnya menjelaskan.
Menurutnya, aksi jual di pasar saham tersebut kemungkinan besar dipicu oleh faktor domestik dan bukan faktor global, karena sebagian besar saham global ditutup menghijau pada 18 Maret 2025.
Penurunan harga saham itu membuat valuasi saham-saham blue chips di Indonesia sudah relatif murah.
"Saham-saham perbankan big 4 saat ini diperdagangan sekitar 12 kali PE [price earnings] dan 2,4 kali PB [price to book value], sudah lebih murah dibandingkan dengan valuasi pada 2015," ucapnya.
Dia mengingatkan untuk memperhatikan penurunan pendapatan dan net interest margin (NIM) perbankan lebih lanjut, karena kondisi makro ekonomi yang sedang lesu.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.