Bisnis.com, JAKARTA —Indeks harga saham gabungan (IHSG) menjadi indeks bursa saham paling buruk di Asia pada akhir perdagangan hari ini, Selasa (18/3/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup turun 248,56 poin atau 3,84% ke level 6.223,39 pada hari ini. IHSG bergerak di rentang 6.011,84-6.465,22. Di level tersebut, IHSG anjlok 1,68% year-to-date.
Pada pukul 11:19:31 WIB perdagangan hari ini Selasa (18/3/2025), Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan perdagangan bursa sementara atau trading halt saat IHSG sempat amblas 5%. Bahkan pada akhir perdagangan sesi I, IHSG sempat anjlok 6,02% ke level 6.076.
Dengan kinerja tersebut, IHSG menjadi indeks komposit dengan kinerja paling buruk di antara bursa Asia. IHSG memerah bersama indeks PSEi Filipina yang turun 0,34%, indeks Ho Chi Minh Stock -0,4%, dan Laos Composite -0,4%.
Berbanding terbalik, mayoritas bursa Asia lain ditutup menghijau pada hari ini. Indeks Topix ditutup naik 1,29%, Nikkei 225 naik 1,2%, Hang Seng melejit 2,46%, Shanghai Composite naik 0,49%, Kospi naik tipis 0,06%, FTSE Straits Time Singapura naik 0,72%, FTSE Malaysia naik 1,04%, dan SE Thailand terapresiasi 0,25%.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan bahwa faktor utama IHSG amblas 6% dan pemberlakuan trading halt pada sesi I perdagangan hari ini, karena sentimen domestik.
"Karena, di saat yang sama bursa regional dan global tetap menghijau," katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (18/3/2025).
Dia mengatakan bahwa mekanisme trading halt ini menjadi pengambilan keputusan yang bijak dari BEI untuk meredam kepanikan pasar, di tengah gelombang jual dari para investor.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa semua sektor saham saat ini mengalami pelemahan. Menurutnya ketika BEI sudah sampai melakukan trading halt, maka berarti penurunan konstituen saham cukup signifikan.
Felix mengatakan bahwa IHSG yang amblas pada hari ini, juga terdampak dari penurunan rekomendasi dan peringkat pasar saham RI dari Goldman Sachs dan Morgan Stanley, sehingga masih banyak outflow asing dari pasar saham dan obligasi domestik.
Kemudian, dia menjelaskan faktor-faktor domestik yang berdampak terhadap amblasnya IHSG pada hari ini, di antaranya turunnya penerimaan negara dengan defisit anggaran yang membesar serta kebutuhan pembiayaan yang lebih besar.
Menurutnya, pelaku pasar juga wait and see terkait kebijakan Danantara dan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di tengah realokasi anggaran, serta Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mengalami penurunan karena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) akhir-akhir ini.
Selain itu, faktor negatif lainnya dia mengungkap bahwa nilai rupiah yang terus mengalami pelemahan juga menjadikan dana asing keluar.
Felix mengatakan bahwa pemangkasan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,9% oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga menjadi tambahan sentimen negatif terhadap IHSG.
Menurutnya, untuk membuat IHSG kembali menguat, bisa dimulai dari fiskal yang lebih sustain dan memaksimalkan penerimaan negara sehingga defisit berkurang.
"Perlunya alokasi belanja yang terukur untuk pertumbuhan ekonomi, dan pemulihan daya beli masyarakat," tambahnya.
Felix menjelaskan bahwa pembalikan IHSG untuk bisa menguat juga bisa datang dari Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan.