Bisnis.com, JAKARTA - Grab Holdings Ltd. dikabarkan kembali melanjutkan pembicaraan untuk mengakuisisi pesaingnya, GoTo Group (GOTO). Perusahaan transportasi dan pengiriman asal Singapura disebut telah memulai proses uji tuntas terhadap salah satu raksasa teknologi Indonesia tersebut.
Menurut sumber Bloomberg yang mengetahui diskusi ini, Grab tengah mengevaluasi akun, kontrak, dan operasi GoTo sebagai bagian dari kajian awal akuisisi. Dikutip Selasa (18/3/2025), sejumlah pemegang saham dari kedua perusahaan juga turut menilai struktur dan nilai kesepakatan yang memungkinkan. Meski demikian, pembicaraan ini masih berlangsung dan belum ada jaminan akan berujung pada transaksi.
Grab, yang mendapat dukungan dari Uber Technologies Inc., telah beberapa kali mengadakan pembicaraan dengan GoTo terkait potensi merger. Namun, kesepakatan serupa sebelumnya gagal terwujud, sebagian besar karena kekhawatiran atas regulasi antimonopoli. Penggabungan dua perusahaan dominan di Asia Tenggara ini berpotensi menciptakan kendali pasar yang terlalu besar, terutama di sektor transportasi dan layanan permintaan.
Saham GoTo mengalami lonjakan 5,1% menjadi 83 rupiah di Bursa Efek Indonesia (BEI) di tengah tekanan pasar akibat kekhawatiran pelemahan ekonomi. Sejak awal tahun, saham GoTo telah naik 19%, dengan valuasi pasar mencapai Rp99 triliun atau sekitar US$6 miliar. Sementara itu, Grab yang memiliki kapitalisasi pasar US$18 miliar, mencatat kenaikan hingga 7,9% dalam perdagangan pra-pasar AS.
Laporan Bloomberg News pada Februari lalu menyebutkan bahwa Grab mempertimbangkan valuasi lebih dari US$7 miliar untuk GoTo, dengan salah satu opsi berupa akuisisi penuh di atas harga Rp100 rupiah per saham. Sumber yang mengetahui pembicaraan ini menyebut bahwa kedua pihak menargetkan 2025 sebagai momen yang tepat untuk menyelesaikan kesepakatan.
Namun, rencana ini diperkirakan akan menghadapi tantangan besar dari regulator. Menurut analisis Bloomberg Intelligence, jika akuisisi ini terjadi, gabungan Grab dan GoTo akan mengendalikan 60-70% pasar layanan sesuai permintaan di Asia Tenggara, dengan dominasi yang lebih kuat di Indonesia. Hal ini dapat mendorong regulator untuk menolak transaksi tersebut, seperti yang terjadi dalam upaya Grab membeli operator taksi Trans-cab di Singapura.
Baca Juga
Baik perwakilan Grab maupun GoTo menolak memberikan komentar terkait perkembangan ini