Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas global telah mencatatkan rekor pada pekan lalu. Pada pekan ini, harga emas diproyeksikan masih menguat dipengaruhi sejumlah faktor.
Harga emas telah mencapai rekor tertinggi di US$3.004 per troy ons pada akhir pekan lalu, Sabtu (15/3/2025). Pada hari ini, Senin (17/3/2025) harga emas tetap kuat di dekat US$2.985 setelah turun dari rekor tertinggi.
Analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha menilai ketidakpastian mengenai kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump dan pelemahan dolar AS menjadi faktor utama yang mendorong volatilitas harga emas.
Menurut analisisnya, harga emas masih berpotensi untuk kembali menguji level psikologis US$3.000 pada perdagangan hari ini. Namun, jika harga gagal menembus level tersebut dan terjadi reversal, emas bisa turun lebih lanjut hingga mencapai US$2.978 sebagai target terdekat.
Kondisi pasar akan sangat bergantung pada data ekonomi AS yang akan dirilis hari ini, terutama laporan penjualan ritel untuk periode Februari. Data tersebut dapat memengaruhi pergerakan dolar AS dan secara tidak langsung harga emas.
"Dolar AS yang lebih lemah akibat data ekonomi yang kurang memuaskan akan turut memberikan dukungan bagi harga emas," kata Andy dalam keterangan tertulis pada Senin (17/3/2025).
Baca Juga
Selain itu, ketidakpastian terkait perang dagang AS dengan beberapa mitra utama juga menjadi faktor pendorong permintaan terhadap aset safe-haven seperti emas.
Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengancam akan memberlakukan tarif 200% pada produk minuman impor dari Eropa, sebagai respons terhadap rencana Uni Erppa untuk mengenakan tarif baru pada whiskey AS serta produk lainnya mulai April mendatang. Ketegangan ini memicu volatilitas pasar dan meningkatkan daya tarik emas sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi global.
Namun, terdapat potensi tekanan turun bagi harga emas jika ketegangan geopolitik mereda, terutama terkait konflik Rusia-Ukraina.
Sejauh ini, AS dan Ukraina telah mengusulkan gencatan senjata 30 hari kepada Rusia, dan ada indikasi bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mungkin mempertimbangkan proposal tersebut. Jika terjadi peredaan ketegangan, investor bisa beralih ke aset berisiko lainnya, yang dapat menekan harga emas dalam jangka pendek.
"Secara keseluruhan, emas masih memiliki prospek bullish dalam jangka pendek, didukung oleh ketidakpastian ekonomi global dan faktor geopolitik," kata Andy.
Namun, para pedagang harus tetap waspada terhadap potensi pembalikan arah harga jika terjadi perbaikan sentimen ekonomi atau perkembangan positif dalam hubungan perdagangan global.
Sebelumnya, Goldman Sachs juga telah merevisi target harga emas akhir 2025 pada bulan lalu. Keputusan itu menyusul permintaan emas dari bank sentral yang melonjak.
Permintaan bank sentral mungkin mencapai rata-rata 50 ton per bulan dan arus masuk ke dana yang diperdagangkan di bursa yang didukung emas batangan, menyoroti antusiasme Wall Street terhadap logam tersebut.
Dengan alasan itu, Goldman Sachs Group Inc. menaikkan target harga emas akhir tahunnya dari sebelumnya US$3.000 per ons menjadi US$3.100 per ons.
Analis Lina Thomas dan Daan Struyven dalam sebuah catatan mengatakan laju permintaan oleh bank sentral baru-baru ini lebih dari yang diperkirakan sebelumnya. Mereka melanjutkan, jika ketidakpastian atas kebijakan ekonomi terus berlanjut, termasuk pada tarif, emas batangan bisa mencapai US$3.300 per ons karena posisi spekulatif yang lebih tinggi.