Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Siasat Krom Bank (BBSI) Hadapi Digitalisasi hingga Likuiditas pada 2025

PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) telah menyiapkan strategi untuk menghadapi persaingan ketat digitalisasi hingga masalah likuiditas pada 2025.
Logo Krom Bank Indonesia tampak di depan kantor pusat PT Krom Bank Indonesia Tbk. di Bandung, Jawa Barat. /bankbisnis.id
Logo Krom Bank Indonesia tampak di depan kantor pusat PT Krom Bank Indonesia Tbk. di Bandung, Jawa Barat. /bankbisnis.id

Bisnis.com, JAKARTA — Sederet tantangan masih akan menyelimuti gerak industri bank digital pada 2025, di antaranya persaingan ketat hingga masalah likuiditas. Kuda-kuda pun disiapkan bank digital seperti PT Krom Bank Indonesia Tbk. (BBSI) pada tahun ini.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh bank digital adalah persaingan ketat. Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan persaingan bank digital pada 2025 diprediksi makin ketat dengan diferensiasi layanan berbasis teknologi yang lebih advance, seperti interkoneksi atau open banking, dan integrasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam personalisasi layanan keuangan.

Kondisi tersebut menuntut bank digital mesti menjalankan ragam inovasi agar bisa bersaing. "Ekosistem yang bakal disasar pun tidak hanya sebatas segmen unbanked dan underbanked, tetapi juga sektor gig economy, UMKM digital, serta transaksi lintas negara [cross-border payments]," ujar Arianto, Sabtu (15/3/2025).

Dengan ketatnya persaingan, aksi korporasi seperti akuisisi platform teknologi finansial (fintech), kolaborasi dengan e-commerce, dan penguatan modal melalui penerbitan saham atau rights issue diproyeksi semakin marak. "Hal ini guna memperluas jangkauan layanan dan memperkuat daya saing, terutama dalam menghadapi regulasi yang lebih ketat dan ekspektasi pelanggan yang kian tinggi," jelas Arianto.

Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan juga menilai tren persaingan bank digital akan masih ketat seiring dengan semakin banyaknya bank yang masuk ke industri digitalisasi bank.

Ekosistem yang akan disasar menurutnya masih banyak, seperti di seputar perkotaan serta menyasar pasar anak muda dan yang aktif dalam menggunakan gawai.

"Aksi korporasi bisa dijalankan, masih seputar akuisisi bank untuk memperluas pasar," tutur Trioksa.

Tantangan lainnya yang dihadapi bank digital adalah terkait ketatnya likuiditas. Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pada tahun lalu, raupan dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh terbatas.

Pada Desember 2024, BI pun melaporkan bahwa simpanan masyarakat atau DPK di bank hanya tumbuh 3,7% secara tahunan (year on year/yoy).

Dalam catatan BI, pertumbuhan terbatas DPK mendorong bank berupaya untuk mempertebal pundi-pundi dana dari masyarakat dengan memberikan suku bunga tinggi. Terlebih, untuk simpanan jumbo, yakni di atas Rp2 miliar yang berkontribusi terhadap bantalan likuiditas bank secara signifikan.

Perburuan simpanan masyarakat dengan cara memberikan suku bunga tinggi ini terlihat dari kenaikan suku bunga DPK nominal besar yang berdampak pada peningkatan biaya dana sebesar 44 basis poin selama 2024. Meskipun, kenaikan suku bunga DPK pada 2024 belum menyaingi realisasi pada 2018—2019.

BI juga menilai ke depan, dinamika likuiditas masih ada. Namun, BI menyebut bahwa industri perbankan memiliki likuiditas yang memadai.

Hal itu mengacu pada tes likuiditas industri perbankan pada persediaan aset yang tidak sedang dipinjamkan atau sumber pendanaan lain yang tersedia atau counterbalancing capacity. Industri perbankan dinilai mampu menghadapi potensi penarikan DPK dan penurunan dana masuk atau cash inflow di tengah kenaikan risiko pasar dan kredit.

Ketersediaan counterbalancing capacity industri perbankan terhadap total DPK diperkirakan masih berada pada kisaran 32% sampai dengan 41% sehingga dinilai masih cukup memadai.

Pada awal tahun ini, mengacu Survei Perbankan BI Kuartal IV/2024, BI memprediksi bahwa laju penghimpunan DPK bank masih akan melambat.

Perkiraan itu didasarkan pada perhitungan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) mengenai pertumbuhan DPK yang hanya sebesar 68,8% pada kuartal I/2025, menurun dibandingkan 89,3% pada kuartal sebelumnya.

"Perlambatan pertumbuhan DPK diprakirakan terjadi pada seluruh jenis instrumen,” demikian bunyi laporan BI.

Presiden Direktur Krom Bank Indonesia Anton Hermawan juga menjelaskan, walaupun industri perbankan digital menunjukkan prospek cerah pada 2025, terapi terdapat berbagai tantangan yang juga mesti dihadapi.

Pertama, terkait pengetatan likuiditas akibat daya beli turun. Pelemahan daya beli masyarakat yang terjadi sepanjang 2024 menjadi tantangan besar bagi perbankan digital di 2025, terutama karena dampak langsung terhadap likuiditas bank.

Minimnya kenaikan upah serta harga barang yang tetap tinggi mendorong nasabah menarik simpanan mereka, menyebabkan penurunan DPK dan perlambatan pertumbuhan kredit.

Dalam menghadapi tantangan ini, bank digital perlu menerapkan strategi inovatif, seperti menghadirkan produk pinjaman berbasis teknologi yang mempermudah akses kredit serta menawarkan deposito fleksibel yang lebih sesuai dengan kebutuhan nasabah.

Di sisi lain, kebijakan penurunan suku bunga BI yang telah dijalankan pada awal tahun ini dapat menjadi peluang bagi bank digital untuk meningkatkan permintaan kredit dan perlahan memulihkan daya beli masyarakat.

Kedua, persaingan suku bunga simpanan yang kompetitif menjadi tantangan bagi bank digital di 2025. Menurut Anton, suku bunga tinggi memang efektif dalam menarik nasabah, tetapi tanpa strategi berkelanjutan, hal ini dapat membebani struktur keuangan bank.

Untuk itu, menurutnya bank digital perlu mengadopsi pendekatan yang lebih holistik, mengombinasikan suku bunga menarik dengan inovasi produk dan layanan bernilai tambah.

Diversifikasi produk menjadi strategi utama untuk mempertahankan daya saing tanpa menimbulkan risiko likuiditas jangka panjang.

Dengan pendekatan yang terintegrasi, bank digital dapat memanfaatkan suku bunga kompetitif sebagai daya tarik, sekaligus menjaga stabilitas keuangan dan profitabilitas di tengah persaingan industri yang semakin dinamis.

Ketiga, ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik, kebijakan proteksionisme, dan fluktuasi harga komoditas meningkatkan volatilitas pasar, yang dapat berdampak pada stabilitas perbankan digital.

Oleh karena itu, menurutnya pendekatan manajemen risiko yang proaktif serta strategi diversifikasi aset menjadi esensial dalam menjaga ketahanan finansial. Analisis berbasis data analitik dan respons cepat terhadap perubahan kebijakan global menjadi faktor kunci dalam memitigasi risiko dan memastikan stabilitas operasional di tengah dinamika ekonomi global.

Di sisi lain, menurutnya Krom Bank telah ancang-ancang strategi menghadapi ragam tantangan tersebut. "Kami optimis dapat menjaga keberlanjutan dengan terus memperkuat diversifikasi produk dan inovasi layanan, sehingga setiap solusi keuangan yang kami tawarkan tetap relevan dengan kebutuhan nasabah di era yang dinamis ini," ujar Anton dalam keterangan tertulis pada bulan lalu (5/2/2025).

Ia menjelaskan dalam menghadapi tantangan pada 2025, Krom Bank berkomitmen untuk bertumbuh secara berkelanjutan dengan strategi adaptif dan berorientasi pada kebutuhan nasabah.

Krom Bank berupaya menjalankan penguatan likuiditas, penyaluran kredit yang prudent, serta pengembangan produk keuangan inovatif. Strategi itu dinilai menjadi kunci dalam menjaga daya saing di tengah lanskap perbankan digital yang dinamis.

Krom Bank juga berkomitmen untuk menjaga profitabilitas dan memastikan kesehatan bank demi mendukung keberlanjutan jangka panjang, sekaligus menciptakan nilai lebih bagi ekosistem keuangan digital di Indonesia.

Adapun, hingga September 2024, Krom Bank telah membukukan laba bersih sebesar Rp107,13 miliar, meningkat 9,54% yoy.

Dari sisi total aset, Krom Bank mencatatkan peningkatan sebesar 56,48% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) dari Rp3,63 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp5,69 triliun pada September 2024.

Peningkatan total aset ini didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit yang mencapai 113,89% ytd, dari Rp1,68 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp3,25 triliun pada September 2024.

Adapun, DPK tumbuh 541% ytd, dari Rp347,5 miliar pada Desember 2023 menjadi Rp2,22 triliun pada September 2024.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper