Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dilema Efisiensi Anggaran Cekik Pasar Tapi Buka Keran Likuiditas

Pemerintah sedang menjalankan upaya penghematan anggaran pada tahun ini yang dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Upaya pemerintah menjalankan penghematan anggaran pada tahun ini dikhawatirkan oleh investor akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, hal itu disebut bisa menambah likuiditas.

Berdasarkan data Kemenkeu RI, pendapatan negara sepanjang Januari 2025 sampai Februari 2025 tercatat Rp316,9 triliun, turun 20,8% secara tahunan (year on year/yoy) terutama akibat penerimaan pajak yang anjlok 30,2% yoy. 

Dengan pendapatan negara yang merosot lebih tajam dari penurunan belanja negara, terjadi defisit APBN Rp31,2 triliun per Februari 2025 atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB). 

Ahmad Mikail Zaini dan Farid Gumilar dari Sucor Sekuritas dalam risetnya mengatakan sebagai respons terhadap penurunan penerimaan pajak, pemerintah di saat yang sama memangkas belanja secara signifikan, dengan total belanja berkontraksi sebesar 7% yoy. Belanja negara per Februari 2025 telah turun 7% yoy dengan realisasi Rp348,1 triliun. 

Pemerintah pun tengah menjalankan upaya penghematan anggaran. Presiden RI Prabowo Subianto telah memerintahkan penghematan hingga Rp306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025 lewat Inpres 1/2025.

"Pengetatan fiskal adalah hal yang nyata dan sedang membentuk kembali lintasan ekonomi Indonesia," tulis Ahmad Mikail Zaini dan Farid Gumilar dalam risetnya pada Sabtu (15/3/2025).

Faktor utama pengetatan fiskal dalam hal ini adalah pengurangan belanja pemerintah pusat, yang memainkan peran penting dalam mempertahankan defisit fiskal yang rendah. 

"Kami yakin pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga defisit pada level 3% dari PDB, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang," ujar Ahmad Mikail Zaini dan Farid Gumilar.

Menurut keduanya, sebenarnya investor khawatir upaya penghematan anggaran akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam riset dijelaskan bahwa penghematan anggaran justru membuka keran likuiditas. 

"Kami yakin efek crowding-in akan terjadi, dengan pertumbuhan sektor swasta meningkat," tulis keduanya.

Dalam riset dijelaskan bahwa berdasarkan simulasi, terjadi efek crowding-in yang mendukung likuiditas saat pemangkasan anggaran. Likuiditas meningkat di sektor swasta, khususnya untuk lembaga keuangan, karena mengurangi kebutuhan ekspansi fiskal yang agresif sebagai respons terhadap penurunan penerimaan pajak. 

Fenomena crowding-in terjadi ketika kebijakan fiskal pemerintah menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi investasi swasta daripada menggantikannya. Defisit fiskal yang terkendali juga memastikan likuiditas yang cukup bagi pasar keuangan, yang pada gilirannya dapat merangsang pertumbuhan sektor swasta. 

Selain itu, pembentukan BPI Danantara, yang mengalihkan dividen BUMN ke neraca bank BUMN, akan semakin meningkatkan likuiditas di sektor perbankan. Dividen BUMN ditargetkan mencapai Rp90,08 triliun tahun ini, dengan realisasi melonjak 60,7% yoy. Perkembangan ini seharusnya positif bagi pasar obligasi, yang berpotensi mendorong penurunan imbal hasil obligasi pemerintah. 

Mengacu simulasi, dalam skenario terburuk di mana pendapatan pajak berkontraksi sebesar 5% yang mencakup pemotongan belanja lebih lanjut, akan membatasi defisit hingga 2,55% dari PDB. 

"Mengingat skenario ini, kami memperkirakan efek crowding-in daripada crowding-out, yang memastikan ekspansi sektor keuangan yang berkelanjutan, dan pada gilirannya, akan mendukung pertumbuhan kredit hingga 10%," tulis Ahmad Mikail Zaini dan Farid Gumilar.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper