Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) tengah mengkaji kemungkinan pembelian kembali atau buyback saham selepas harga saham perseroan bergerak minus sejak paruh kedua 2024.
Seperti diketahui, saham PGEO belakangan telah terkoreksi ke level Rp825 per saham, atau minus 5,71% dari harga saat penawaran umum perdana saham atau IPO pada 24 Februari 2023 lalu di level Rp875 per saham.
“Sekarang ini perusahaan-perusahaan terbuka, tidak hanya BUMN tapi juga swasta, mereka memanfaatkan kondisi saham yang lagi terkoreksi, Mandiri dan BRI juga melakukan buyback, di sini kita juga mengkaji,” kata Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio saat temu media, Senin (10/3/2025).
Yurizki menambahkan manajemen saat ini tengah mengkaji ihwal alokasi dana yang akan digunakan untuk membeli kembali saham perseroan yang terlanjur minus cukup lebar tersebut.
Kendati demikian, dia memastikan, PGEO belakangan memiliki posisi arus kas yang kuat dengan kas setara sekitar US$657,6 juta dan posisi liabilitas yang relatif susut secara tahunan.
Di sisi lain, PGEO masih mencatat dana IPO yang belum terserap sekitar Rp4,47 triliun sampai awal tahun ini.
Baca Juga
Sisa dana itu ditempatkan dalam bentuk deposito dolar Amerika Serikat (AS) sebesar US$200 juta dengan tingkat suku bunga 6,05% di PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).
Sisanya, sebesar US$76.769.607 ditempatkan dalam bentuk deposito dengan tingkat suku bunga 5,71% di PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
“Kita sejujurnya sekarang lagi mengkaji dulu terkait dengan kelebihan kas kita berapa, dan kedua perlu di-take into acccount, kalau Mandiri dan BRI itu kan mereka floating-nya sangat besar, mungkin 20% sampai 30%,” kata Yurizki.
Sementara itu, kata dia, batas minimal ketentuan saham publik atau free float dari PGEO berada di level 10%. Dengan demikian, dia menegaskan, perseroannya bakal berhati-hati untuk mengesekusi program buyback tersebut.
“Jadi kita harus hati-hati kalau kita melakukan buyback,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, konsensus analis memperkirakan laba bersih PGEO tumbuh terbatas pada tahun 2024.
Berdasarkan konsensus 5 analis yang dihimpun Bloomberg, estimasi perkiraan laba PGEO berada di level US$165,40 juta sepanjang 2024, naik tipis 1,1% dari posisi laba bersih tahun 2023 di level Rp163,59 juta.
Perkiraan laba itu turut didorong penurunan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) dari US$375,8 juta pada 2023 menjadi US$340,25 juta pada tahun 2024.
Selain itu, konsensus Bloomberg memperkirakan, pendapatan operasi dari PGEO ikut susut ke level US$231 juta pada tahun ini, terkoreksi 5% dari posisi tahun sebelumnya di angka US$243 juta.
Dalam riset terbarunya, INA Sekuritas menyematkan rekomendasi buy untuk PGEO dengan target harga Rp1.230 per saham. INA beralasan, PGEO saat ini memiliki posisi arus kas yang kuat dengan kas setara US$657,6 juta dan posisi liabilitas yang susut.
“PGEO punya target yang ambisius, dengan membidik kapasitas listrik 1 gigawatt (GW) pada 2026, dengan tambahan sekitar 600 megawatt (MW) 5 tahun mendatang,” tulis analis INA Sekuritas lewat riset dikutip, Jumat (7/3/2025).
Selain itu, analis INA menambahkan, PGEO turut menargetkan penyelesaian proyek ekspansi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 paruh pertama tahun ini.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.