Bisnis.com, JAKARTA — PT Astra International Tbk. (ASII) membukukan pertumbuhan laba bersih yang tipis serta berancang-ancang menebar dividen. Namun, seiring dengan momentum tersebut, harga saham ASII masih bergerak lesu pada awal tahun ini.
Berdasarkan Laporan Keuangan, laba bersih diatribusikan kepada pemilik entitas induk ASII mencapai Rp34,05 triliun sepanjang 2024. Raupan laba Astra pada 2024 itu didorong oleh pendapatan bersih yang naik 4,53% yoy menjadi Rp330,92 triliun pada 2024, dibandingkan 2023 sebesar Rp316,56 triliun.
“Grup mencatatkan laba bersih yang solid pada 2024, dengan resiliensi kinerja dari portofolio yang terdiversifikasi, meskipun sentimen konsumen di Indonesia melemah," kata Presiden Direktur ASII Djony Bunarto Tjondro, dalam keterangan tertulis pada Kamis (27/2/2025).
Namun, pada 2024, kinerja bisnis otomotif ASII lesu. Laba bersih divisi otomotif ASII menurun 2% menjadi Rp11,2 triliun, terutama dipengaruhi oleh dampak penjualan mobil yang lebih rendah di tengah pelemahan pasar mobil nasional.
Berdasarkan data yang dirilis Astra, total penjualan mobil Astra sepanjang 2024 mencapai 482.964 unit. Angka penjualan Astra itu turun 13,86% yoy dibandingkan periode 2023 sebanyak 560.717 unit.
Kemudian, penjualan mobil low cost green car (LCGC) Astra pun mengalami penurunan 13,55% yoy menjadi 131.328 unit sepanjang 2024, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 151.913 unit.
Baca Juga
Seiring raupan laba, Astra pun akan mengusulkan dividen final tahun buku 2024 sebesar Rp308 per saham dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada Mei 2025. Dividen final yang akan diusulkan tersebut, ditambah dengan dividen interim sebesar Rp98 per saham.
Dengan begitu total dividen yang diusulkan untuk tahun buku 2024 menjadi Rp406 per saham. Total tebaran dividen per saham Astra tahun buku 2024 itu lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya atau tahun buku 2023, Rp519 per saham.
Sementara rasio tebaran dividen Astra mencapai 48%. Rasio pembayaran dividen ini dinilai mencerminkan kembalinya persentase rasio pembayaran dividen ke tingkat yang konsisten dengan rasio sebelum distribusi dividen yang lebih tinggi pada 2022 dan 2023.
Seiring dengan momentum tersebut, gerak saham ASII pada awal tahun ini masih di zona merah atau melemah. Harga saham ASII turun 9,39% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) ke level Rp4.400 per lembar pada perdagangan sesi pertama hari ini, Jumat (28/2/2025).
Analis Maybank Sekuritas Paulina Margareta mengatakan meskipun membukukan kinerja pertumbuhan laba tipis serta bisnis otomotif yang lesu, namun ASII masih bisa mempertahankan pangsa pasarnya. Tercatat, pangsa pasar penjualan mobil ASII mencapai 56%.
"ASII memiliki kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar, didukung oleh penawaran produk HEV, dan profil pertumbuhan yang terdiversifikasi di seluruh portofolio bisnis," kata Paulina dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.
Maybank Sekuritas pun mempertahankan pandangan positif terhadap ASII seiring dengan proyeksi pemulihan bertahap di pasar otomotif pada keseluruhan 2025, terutama di segmen mobil yang sebelumnya lesu.
"Karena kami mengharapkan peningkatan konsumsi, suku bunga yang lebih rendah, dan pencairan kredit yang lebih mendukung," tutur Paulina.
Namun, terdapat tantangan penurunan proyeksi terhadap kinerja ASII meliputi permintaan otomotif yang lebih lemah dari perkiraan, pajak bahan bakar lebih tinggi, subsidi bahan bakar yang lebih rendah, serta ekspansi agresif oleh produsen kendaraan listrik di Indonesia.
Maybank Sekuritas kemudian menyematkan rekomendasi beli untuk ASII dengan target harga Rp5.650 per lembar.
Sementara, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli dalam risetnya menilai emiten terkait otomotif seperti ASII memang masih diselimuti sederet sentimen negatif. Salah satu sentimen negatif yang menyertai adalah kekhawatiran daya beli lemah akibat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.
"Kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 diperkirakan akan menekan penjualan mobil secara signifikan," tulis Christopher dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.
Konsumen kelas menengah ke bawah, yang sudah terbebani oleh pajak yang lebih tinggi kemungkinan akan menunda pembelian dan mengadopsi kebiasaan belanja yang lebih hati-hati.
Meski begitu, Mirae Asset Sekuritas masih mempertahankan peringkat overweight untuk sektor otomotif dengan ASII sebagai pilihan utama. Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan buy untuk ASII dengan target harga saham Rp6.200 per lembar.
"Kami mempertahankan peringkat overweight untuk sektor otomotif karena kami mengantisipasi pemulihan penjualan pada 2025," tulis Christopher.
Mirae Asset Sekuritas juga telah memperhitungkan dampak kenaikan PPN menjadi 12% terhadap perkiraan penjualan mobil, di mana penjualan masih tetap tumbuh sampai menyentuh 920.000 unit.
Berdasarkan data Bloomberg, konsensus analis menunjukan bahwa sebanyak 25 sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk ASII. Kemudian, enam sekuritas merekomendasikan hold dan satu sekuritas merekomendasikan jual untuk ASII. Target harga saham ASII sendiri berada di level Rp5.832 per lembar dalam 12 bulan ke depan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.