Bisnis.com, JAKARTA — Rencana peleburan tujuh perusahaan konstruksi negara atau BUMN karya terus bergulir dengan opsi terbaru yakni menyisakan satu entitas induk. Langkah tersebut dinilai bisa menjadi solusi bagi emiten konstruksi pelat merah yang tengah mengalami penurunan kinerja.
Opsi untuk menggabungkan BUMN Karya menjadi satu perusahaan induk diungkapkan langsung oleh Menteri BUMN Erick Thohir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, pada pekan lalu, Kamis (13/2/2025).
Dia mengatakan rencana merger BUMN Karya berpotensi mengalami penyesuaian seiring adanya pengurangan belanja negara dalam rangka efisiensi anggaran.
Untuk diketahui, pagu indikatif Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Tahun Anggaran 2025 kini ditetapkan menjadi Rp50,48 triliun. Jumlah itu menyusut sekitar Rp60,47 triliun dari pagu awal yang mencapai Rp110,95 triliun.
Erick menjelaskan bahwa sejatinya rencana pengurangan jumlah BUMN Karya dari 7 menjadi 3 entitas masih berjalan. Namun, dalam kurun 2–3 bulan ke depan, tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut jauh lebih berkurang.
“Bukan tidak mungkin efisiensi merger BUMN Karya akan berlanjut, dari tiga menjadi dua, atau bahkan satu. Tentu, hal ini masih memerlukan kajian lebih lanjut,” ucapnya.
Baca Juga
Opsi itu sedikit berbeda jika dibandingkan dengan skema Kementerian BUMN sebelumnya yang ingin melebur 7 BUMN Karya menjadi 3 entitas induk.
Pemerhati BUMN sekaligus Direktur NEXT Indonesia Herry Gunawan memandang opsi merger BUMN Karya menjadi hanya satu entitas merupakan langkah yang baik.
Dengan demikian, entitas tersebut akan membawahi subholding yang mencakup sejumlah sektor, mulai dari infrastruktur jalan, laut, hingga properti.
“Dengan struktur ini, pengelolaan dapat dilakukan melalui satu pintu, sehingga lebih terkoordinasi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (18/2/2025).
Herry menambahkan bahwa ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum kebijakan penggabungan diterapkan. Salah satunya, restrukturisasi entitas anak dan cucu perusahaan konstruksi pelat merah. Hal ini mengingat jumlahnya yang cukup banyak dan sebagian memiliki kondisi keuangan tidak sehat.
Selain itu, BUMN Karya yang mengalami tekanan finansial harus menjalani pemulihan terlebih dahulu sebelum digabungkan ke dalam entitas utama.
“BUMN karya yang sakit berat harus masuk klinik [PT Perusahaan Pengelola Aset/PPA] dulu, jangan langsung digabung agar tidak menular,” kata Herry.
Sementara itu, Head Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memandang bahwa merger BUMN Karya dapat menjadi salah satu langkah dalam restrukturisasi keuangan, tetapi bukan satunya-satunya opsi terbaik.
Kendati demikian, dia menilai bahwa setidaknya pertimbangan merger bisa menjadi solusi yang efektif karena beberapa alasan, seperti sinergi, efisiensi, penguatan modal, dan peningkatan dan tata kelola perusahaan.
Sukarno juga menyatakan bahwa prospek emiten BUMN Karya saat ini kurang begitu menarik, terutama di tengah pemangkasan anggaran infrastruktur dan melemahnya realisasi kontrak baru pada tahun sebelumnya.
“Namun, tetap ada peluang jika aksi merger berhasil dan mampu menciptakan sinergi yang baik. Tantangan utamanya adalah sejauh mana keberhasilan merger tersebut, selain faktor-faktor lain seperti arus kas dan efisiensi operasional,” ungkap Sukarno.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan bahwa investor perlu melakukan pendekatan selektif terhadap saham-saham BUMN Karya.
Saat ini, lanjutnya, saham ADHI menjadi pilihan menarik karena secara teknikal berada dalam kondisi extreme oversold dan berpotensi mengalami major pullback. Target saham perusahaan dipatok di level Rp230 per saham.
Dia juga menuturkan bahwa ke depan, proyek strategis nasional yang belum terselesaikan serta peningkatan anggaran infrastruktur dari pemerintah akan menjadi faktor penting dalam pertumbuhan industri konstruksi.
“Diversifikasi aset juga bisa menjadi strategi untuk mengurangi dampak arus kas negatif dan memperkuat daya saing BUMN Karya dalam jangka panjang,” kata Nafan.
Rapor Merah Kontrak Baru BUMN Karya
Sepanjang 2024, perolehan nilai kontrak baru emiten BUMN Karya kompak mengalami penurunan. Tantangan diperkirakan semakin berat usai pemerintah mengencangkan ikat pinggang anggaran untuk tahun ini.
Emiten konstruksi pelat merah atau BUMN Karya tersebut adalah PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT).
Berdasarkan data yang diolah Bisnis, Senin (10/2/2025), nilai kontrak baru (NKB) ADHI turun paling dalam. Sepanjang 2024, perseroan meraih NKB sebesar Rp20,01 triliun atau melemah 46,85% secara tahunan dari posisi Rp37,65 triliun.
Selanjutnya ada WSKT yang mencatatkan penurunan NKB sebesar 43,20% year on year (YoY). Waskita tercatat merealisasikan kontrak baru sebesar Rp16,90 triliun pada 2023, tetapi akhirnya terkoreksi menjadi Rp9,6 triliun pada tahun lalu.
Sementara itu, WIKA membukukan NKB sebesar Rp20,07 triliun pada 2024, turun 31,36% dari raihan tahun sebelumnya yakni Rp29,24 triliun. Realisasi NKB milik PTPP turut melemah 14,46% YoY menjadi Rp27,09 triliun.
Di tengah penurunan kinerja operasional, emiten BUMN Karya kini menghadapi tantangan dari pemangkasan anggaran infrastruktur oleh pemerintah guna mengefisiensikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, total nilai anggaran belanja yang akan dipotong di seluruh kementerian dan lembaga (K/L) tercatat mencapai Rp256,1 triliun.
Salah satunya adalah anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang bakal dipangkas hingga Rp81 triliun dari total pagu sebesar Rp110,95 triliun.
Nafan Aji Gusta memandang bahwa emiten BUMN Karya kini menghadapi tantangan besar akibat pemangkasan anggaran infrastruktur.
Nafan menambahkan emiten BUMN Karya masih bergantung pada kontrak baru dari pemerintah, sehingga kebijakan efisiensi atau penghematan APBN 2025 akan mempersempit peluang kontrak baru perusahaan di sektor ini.
Dengan kondisi tersebut, Nafan menilai emiten BUMN karya perlu mencari peluang di luar kontrak pemerintah. Menurutnya, perolehan kontrak baru dari sektor swasta ataupun kerja sama internasional dapat menjadi opsi strategis.
Senada, Head Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas turut mengamini bahwa prospek kinerja emiten BUMN Karya tengah menghadapi tantangan cukup besar, terutama akibat pemangkasan anggaran infrastruktur.
Kendati demikian, Sukarno menilai bahwa masih ada beberapa faktor yang berpeluang menjadi sentimen positif bagi BUMN Karya ke depan.
Dia mengatakan jika pemulihan ekonomi berjalan baik, permintaan terhadap jasa konstruksi dapat meningkat. Di samping itu, kebijakan pemerintah yang mendukung juga dapat membantu mendorong peningkatan kinerja sektor konstruksi.
“Jika pemulihan ekonomi berjalan baik, maka permintaan jasa konstruksi bisa meningkat. Regulasi, efisiensi biaya, keberhasilan restrukturisasi utang, serta rencana konsolidasi juga bisa menjadi sentimen positif lainnya,” kata Sukarno.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.