Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan pencatatan efek baru di pasar modal sebanyak 407 efek. Di dalamnya, pencatatan efek saham baru lewat penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dibidik sebanyak 66 pencatatan baru.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, otoritas bursa menetapkan sejumlah target yang akan dicapai pada 2025. Jumlah pencatatan efek baru di pasar modal ditargetkan 407 efek, pertumbuhan jumlah investor sebanyak 2 juta investor baru, dan rata-rata nilai transaksi saham harian (RNTH) mencapai Rp13,5 triliun.
Sementara itu, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) 2025, BEI sempat menyebutkan peningkatan jumlah IPO ditargetkan menjadi 66 pencatatan pada 2025.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan setidaknya sudah ada 3 perusahaan mercusuar atau lighthouse dengan kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun, yang masuk antrean (pipeline) IPO pada 2025.
Dia menjelaskan tiga perusahaan tersebut berasal dari sektor basic materials, energi, dan kesehatan.
“Perusahaan lighthouse ada tiga. Prosesnya di tahun ini, tetapi karena kelengkapan laporan keuangan dan dokumen membuat dia [perusahaan] masuk tahun berikutnya [2025],” ujar Nyoman saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Senin (30/12/2024).
Baca Juga
Sepanjang 2024, sudah ada 41 emiten yang melakukan pencatatan saham perdana. Jumlah ini lebih sedikit dari target BEI yakni 62 emiten. Dengan demikian, total perusahaan tercatat kini sebanyak 943 perusahaan.
Berdasarkan data EY Global IPO Trends 2024, jumlah pencatatan saham baru di BEI menempati peringkat ke-10 di dunia dari sisi jumlah IPO. Adapun total penggalangan dana IPO saham tercatat mencapai Rp14,3 triliun.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen terus meningkatkan kualitas perusahaan tercatat. Langkah perbaikan itu salah satunya ditempuh dengan merevisi sejumlah aturan terkait penawaran umum perdana saham.
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK Aditya Jayaantara menuturkan otoritas tengah menyusun peraturan baru yang kini telah berada dalam tahap perundangan di Kementerian Hukum.
“Kondisi yang saat ini terjadi, kita lihat banyak yang sudah delisting, tidak beroperasi, dan sebagainya. Kami sedang menyusun POJK dan sekarang sudah dalam dalam tahap pengundangan di Kementerian Hukum,” ucap Aditya.
Untuk mencegah IPO tidak berkualitas, dia menambahkan bahwa OJK akan mengoptimalisasi fungsi dan peran lembaga penunjang pasar modal. Salah satunya dengan melihat kualitas dari wakil penjamin efek calon emiten.
Di sisi lain, Direktur Utama BEI Iman Rachman menyatakan pihaknya bersama dengan OJK tengah mendiskusikan revisi aturan IPO, semisal, terkait peningkatan free float perusahaan berekuitas di atas Rp2 triliun menjadi lebih dari 10%.
“Kedua terkait dengan minimal operasional, bahwa perusahaan itu minimal beroperasi, yang sekarang ini mungkin setahun, kami perpanjang jadi lebih dari setahun. Ini jadi fokus dari Bursa dan OJK untuk membuat perusahaan secara fundamental bisa lebih terukur ketika tercatat,” ucap Iman.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.