Bisnis.com, JAKARTA — Pasar reksa dana, terutama reksa dana saham pada tahun ini mengalami tekanan. Untuk tahun depan, pasar reksa dana diproyeksikan moncer terdorong oleh sejumlah sentimen.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di industri pengelolaan investasi, sampai dengan 29 November 2024, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp494,45 triliun, turun 1,17% secara bulanan (month to date/mtd), dan turun 1,4% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Sepanjang tahun ini, setidaknya hingga 29 November 2024, pasar reksa dana juga diwarnai oleh net redemption sebesar Rp6,87 triliun.
Direktur Investasi KISI Asset Management, Arfan F. Karniody menilai kinerja paling lesu di pasar reksa dana pada 2024 dialami oleh reksa dana saham. Sebab, pada tahun ini indeks harga saham gabungan (IHSG) masih di zona merah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 1,39% pada perdagangan Selasa (17/12/2024) ke level 7.157,73. IHSG masih di zona merah, atau turun 2,26% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Sementara, reksa dana pasar uang hingga fixed income masih dalam tren stabil. "Di KISI Asset Management untuk money market secara ytd sampai 16 Desember masih positif. Fixed income juga masih positif. Namun, equity minus," ujar Arfan acara Media Gathering KISI Asset Management pada Selasa (17/12/2024).
Baca Juga
Meski begitu, ia memproyeksikan nasib pasar reksa dana pada tahun depan akan lebih baik didorong oleh sejumlah sentimen. Menurutnya, meskipun secara global kondisi ekonomi sedang dalam tren slowdown, namun fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat.
"Indonesia memiliki fundamental ekonomi kuat dengan GDP [gross domestic product] growth yang konsisten, tetap bisa tumbuh 5% karena didukung domestic consumption," tutur Arfan.
Pada tahun depan, pasar pun terdorong oleh momentum penurunan suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia (BI). Pada 2025, terdapat peluang penurunan suku bunga acuan sebanyak dua kali.
Selain itu, iklim investasi Indonesia pada 2025 terdorong menurunnya persepsi risiko investasi Indonesia, di mana terjadi penyempitan spread antara imbal hasil obligasi 10 tahun Indonesia dengan imbal hasil obligasi 10 tahun AS.
Kemudian, bagi reksa dana saham, IHSG diproyeksikan dalam tren menguat. KISI Asset Management memproyeksikan posisi pesimis atau bear IHSG di level 7.536 dan posisi optimistis atau bull di level 8.455.
Panin Asset Management juga memproyeksikan pasar reksa dana bakal cerah memasuki 2025. Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan pasar reksa dana terdorong oleh adanya peluang penurunan suku bunga yang cukup besar di era Donald Trump sebagai Presiden AS.
"Menurut saya, peluang penurunan suku bunga di Desember ini sudah mendekati 99%. Jadi suku bunga Amerika saya cukup yakin akan turun," katanya dalam Webinar Panin Asset Management, pekan lalu (10/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa meski inflasi AS meningkat, tetapi di sisi lain pengangguran juga ikut meningkat. Menurutnya apabila pengangguran meningkat mendekati 5%, maka itu akan memperkuat peluang penurunan suku bunga.
"Pandangan bahwa inflasi Amerika akan tinggi di era Trump, saya kurang begitu sependapat. Kenapa? karena saya melihat bahwa Donald Trump itu punya program besar untuk memotong defisit di Amerika Serikat," ucapnya.
Panin Asset Management pun memproyeksikan reksa dana yang berbasis obligasi pemerintah, baik rupiah maupun dolar, dengan tren penurunan suku bunga akan diuntungkan.
Kemudian, untuk "long term", Panin Asset Management menyasar reksa dana saham, karena ada peluang untuk memberikan return yang lebih baik.