Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp15.842 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (20/11/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan naik 0,02% atau 2,5 poin ke posisi Rp15.842 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau melemah tipis 0,01% ke posisi 106,079.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,15%, yuan China melemah 0,00%, Singapura melemah sebesar 0,01%, rupee India melemah 0,02%, peso Filipina melemah 0,07%, won Korea melemah 0,01%, dan dolar Taiwan melemah 0,05%.
Sementara itu mata uang yang menguat di antaranya, baht Thailand menguat 0,12%, ringgit Malaysia menguat 0,07%, dan dolar Hong Kong menguat 0,02.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi telah memprediksi bahwa hari ini (20/10), mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp15.780-Rp15.850.
Sementara itu, pada perdagangan kemarin (19/11) mata uang rupiah ditutup menguat 12,5 poin sebelumnya sempat menguat 45 poin di level Rp15.844,5 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.857.
Baca Juga
Ibrahim mengatakan bahwa terjadinya pelemahan dolar sejauh ini karena pembacaan inflasi yang kuat dari pekan lalu, ditambah dengan sinyal yang kurang dovish dari Federal Reserve, hanya sedikit menghalangi taruhan bahwa Fed akan memangkas suku bunga pada Desember.
Dia mengatakan bahwa menurut CME Fedwatch, para pedagang memperkirakan peluang 55,7% untuk pemangkasan 25 basis poin pada Desember, dan peluang 44,3% untuk suku bunga tetap tidak berubah.
Lebih lanjut, dia mengungkap bahwa pada pekan ini yakni pada data inflasi konsumen untuk Oktober, yang akan dirilis pada Jumat, sebagai isyarat lebih lanjut tentang ekonomi Jepang. Pembacaan tersebut muncul setelah data produk domestik bruto yang mengecewakan dari pekan lalu, yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Jepang melambat secara substansial pada kuartal ketiga.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa Bank Rakyat China akan memutuskan suku bunga acuan pinjaman utamanya akhir pekan ini, dengan para ekonom memperkirakan suku bunga tersebut tidak akan berubah setelah pemangkasan pada Oktober.
Menurutnya, keputusan suku bunga tersebut juga muncul karena langkah-langkah stimulus terbaru dari China sebagian besar tidak memuaskan, sementara ekonomi menunjukkan sedikit tanda-tanda perbaikan.
Ibrahim menjelaskan bahwa data inflasi untuk Oktober menunjukkan disinflasi masih berlaku. Adapun beberapa menteri utama China akan berpidato di sebuah konferensi di Hong Kong pada Selasa, yang berpotensi memberikan lebih banyak petunjuk tentang rencana langkah-langkah stimulus.