Bisnis.com, JAKARTA — Emiten tekstil diselimuti awan mendung seiring catatan kinerja keuangan jeblok imbas pandemi Covid-19. Sejumlah emiten tekstil pun mendapatkan notasi khusus dari Bursa Efek Indonesia (BEI) gara-gara terlilit utang jumbo hingga ancaman pailit.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) setidaknya ada enam emiten tekstil yang mendapatkan notasi khusus. Keenam emiten tekstil itu yakni PT Century Textile Industry Tbk. (CNTX), PT Panasia Indo Resources Tbk. (HDTX), PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT), PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL), PT Nusantara Inti Corpora Tbk. (UNIT), dan PT Pan Brothers Tbk. (PBRX).
CNTX, misalnya, mendapatkan notasi khusus E gara-gara laporan keuangan terakhir yang menunjukkan ekuitas negatif, mengacu laporan keuangan kuartal II/2024. CNTX juga mendapatkan notas khusus X seiring dengan dicatatkannya CNTX di papan pemantauan khusus.
HDTX mendapatkan notasi khusus E karena laporan keuangan terakhir yang menunjukkan ekuitas negatif mengacu laporan keuangan kuartal III/2024. HDTX juga dicatatkan di papan pemantauan khusus serta masuk notasi khusus X BEI.
SBAT mendapatkan notasi khusus M karena adanya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). SBAT juga mendapatkan notasi L dari Bursa, karena terakhir menyampaikan laporan keuangan per kuartal III/2023. SBAT juga mendapatkan notasi S seiring dengan laporan keuangan terakhir yang menunjukkan tidak ada pendapatan usaha.
Selain itu, SBAT mendapatkan notasi Y karena belum menyelenggarakan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) sampai dengan enam bulan setelah tahun buku berakhir. Lalu, SBAT mendapatkan notasi khusus X karena masuk ke dalam papan pemantauan khusus.
SRIL bahkan mendapatkan notasi khusus B karena adanya permohonan pernyataan pailit, permohonan pembatalan perdamaian, atau dalam kondisi pailit. SRIL juga mendapatkan notas khusus E dari Bursa, gara-gara laporan keuangan terakhir menunjukkan ekuitas negatif.
Kemudian, SRIL memperoleh notasi khusus L karena terakhir menyampaikan laporan keuangan per kuartal II/2024. Lalu, SRIL masuk ke dalam papan pemantauan khusus sehingga mendapatkan notasi khusus X.
UNIT mendapatkan notasi khusus L karena terakhir menyampaikan laporan keuangan per kuartal II/2020. UNIT juga mendapatkan notasi khusus Y karena belum menyelenggarakan RUPST sampai dengan 6 bulan setelah tahun buku berakhir. Lalu, UNIT masuk ke papan pemantauan khusus dan mendapatkan notasi khusus X.
PBRX menghadapi PKPU sehingga mendapatkan notasi khusus M. Selain itu, PBRX mendapatkan notasi khusus L karena terakhir menyampaikan laporan keuangan kuartal I/2024. PBRX pun masuk papan pemantauan khusus sehingga mendapatkan notasi khusus X.
Harga saham deretan emiten tekstil itu pun jeblok. Harga saham SBAT yang menghadapi PKPU jeblok 88,89% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) ke level Rp1 per saham. PBRX yang juga menghadapi PKPU mencatatkan kinerja harga saham yang anjlok 54% YtD ke level Rp23 per saham.
Kinerja keuangan emiten tekstil pun jeblok. SRIL yang menghadapi ancaman pailit mencatatkan rugi bersih sebesar US$25,73 juta atau Rp405,36 miliar per kuartal II/2024 (kurs Rp15.752 per dolar AS). Kemudian, CNTX mencatatkan rugi US$3,71 juta atau Rp58,43 miliar.
PBRX yang menghadapi PKPU masih mencatatkan laba bersih US$124.909 per kuartal I/2024. Namun, laba bersih PBRX susut 89,22% sepanjang tahun berjalan (year on year/YoY).
Dampak Pandemi Covid-19 ke Emiten Tekstil
Direktur Pan Brothers Fitri Ratnasari Hartono mengatakan penurunan kinerja bisnis perseroan terjadi seiring dengan pandemi Covid-19. Pada 2021, PBRX melakukan restrukturisasi keuangan. Namun, setelah restrukturisasi keuangan, perseroan dihadapkan dengan fasilitas pinjaman yang terbatas serta kesulitan dalam memperoleh fasilitas pinjaman tambahan.
Dengan ketiadaan fasilitas letter of credit (LC), PBRX dihadapkan dengan kondisi modal kerja yang ketat. Tantangan-tantangan tersebut kemudian memuncak pada 2024 dengan adanya pengurangan fasilitas LC lebih lanjut yang berdampak pada penurunan pesanan penjualan dari pelanggan, dikarenakan keterbatasan modal kerja perseroan.
"Kalau dari pendapatan kan kami turun banyak. Dari segi cash flow, otomatis juga ketat sekali. Sehingga kami juga untuk booking capital sangat-sangat terbatas. Biasanya kami ada fasilitas LC untuk pembelian bahan baku. Sekarang fasilitas LC-nya benar-benar limited," ujar Fitri pada Rabu (6/11/2024).
Perseroan pun kini menghadapi PKPU. Status PKPU PBRX sendiri telah diperpanjang sejak Juli lalu, dan berakhir pada 22 November 2024 mengacu keputusan Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat. Di tengah masa PKPU, Pan Brothers fokus melakukan korespondensi dengan kreditur baik bank serta pemegang obligasi terkait skema restrukturisasi utangnya.
Total utang yang akan direstrukturisasi kepada kreditur bank serta pemegang obligasi mencapai sekitar US$340 juta. Skema penyelesaian utang itu salah satunya melalui skema obligasi wajib konversi (OWK) atau mandatorily convertible bond (MCB), kepada pemilik obligasi serta pemberi pinjaman non-active bilateral.
Komisaris Utama SRIL Iwan S. Lukminto sebelumnya sempat mengatakan bahwa kinerja SRIL yang jeblok hingga kini dalam bayang-bayang pailit, terdampak oleh penurunan permintaan di tingkat global maupun di tingkat domestik.
Iwan juga menjelaskan dampak makro ekonomi seperti suku bunga dan inflasi tinggi serta kondisi geopolitik terkait perang Rusia-Ukraina serta perang Israel-Palestina menyebabkan penurunan tingkat permintaan dimana masyarakat global lebih mengutamakan kepada kebutuhan pangan dan energi.
Selain itu, jalur pengiriman juga mengalami gangguan yang mana biaya pengiriman meningkat dikarenakan jarak tempuh yang lebih jauh untuk menghindari Terusan Suez.
Sritex pun kemudian diputus pailit oleh PN Semarang pada bulan lalu (21/10/2024). Iwan menjelaskan perusahaanya bakal membentuk tim untuk merancang strategi besar penyelamatan perusahaan usai diputus pailit.
Tim itu dibentuk sejalan dengan arahan perencanaan strategi penyelamatan usaha sebagai arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
“Arahannya tadi aja, ya kita buat strategi besar aja, Nanti kita mempunyai tim di situ, nah ini kita baru, belum bisa dipublikasikan, tapi kita bernaung di industri [Kemenperin],” kata Iwan di Kantor Kemenperin, akhir bulan lalu (28/10/2024).
Prospek Negatif Saham Emiten Tekstil
Sejumlah analis menilai negatif prospek saham emiten tekstil, terutama selepas SRIL resmi dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang. Alasannya, kinerja keuangan dan operasional emiten tekstil relatif tertekan dalam akibat impor yang masif dari China.
Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Vinko Satrio Pekerti mengatakan situasi itu membuat harga jual tekstil di dalam negeri ikut terkoreksi signifikan. Konsekuensinya, sebagian besar perusahaan tidak mampu membayar kewajiban utang pada kreditur.
“Tren penurunan penjualan sejak era pandemi Covid-19 sangat berdampak pada kemampuan pemenuhan kewajiban perusahaan,” kata Vinko pada beberapa waktu lalu.
Secara umum, kata Vinko, industri tekstil tengah menghadapi tantangan fluktuasi harga bahan baku serta persaingan global. Dia berharap pemerintah dapat mencari keluar atas kesulitan industri pada karya tersebut.
Sementara, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan sebagian besar saham emiten tekstil bergerak tidak likuid sejak pandemi lalu. Dia mengatakan perlu perbaikan kinerja dari sektor ini.
“Emiten tekstil saat ini kurang likuid ya,” katanya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.