Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah mengalami apresiasi atau penguatan sebesar 2,08% pada September 2024.
Sri Mulyani menjelaskan, apresiasi nilai tukar rupiah tersebut diakibatkan dengan aliran masuk modal kembali ke dalam negeri serta konsistensi berbagai kebijakan moneter dari Bank Indonesia. Dia menjelaskan, nilai tukar rupiah mengalami penguatan hingga mencapai Rp15.140 per dolar Amerika Serikat pada akhir September 2024.
"Ini artinya rupiah pada akhir September 2024 mengalami apresiasi atau penguatan 2,08% month to month dari bulan sebelumnya, dibandingkan posisi akhir Agustus," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2024).
Dia menjelaskan, sejumlah mata uang di negara-negara regional juga mengalami apresiasi selama September 2024. Kendati demikian, dia mengaku penguatan rupiah jauh lebih tinggi.
"Seperti Korean Won yang juga apresiasi di tingkat 2,02%, Peso Filipina juga mengalami apresiasi 0,17% month to month, dan India Rupee yang mengalami perkuatan 0,1%," kata Sri Mulyani.
Di samping itu, Sri Mulyani juga mengakui rupiah mengalami depresiasi alias pelemahan sebesar 2,82% secara point to point dari bulan sebelumnya. Menurutnya, pelemahan tersebut ini diakibatkan akselerasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Baca Juga
Akibatnya, sambung Sri Mulyani, spekulasi mengenai kenaikan harga minyak meningkatkan. Bagaimanapun, dia mengingatkan bahwa Timur Tengah merupakan wilayah utama yang memproduksi minyak.
"Meskipun demikian, apabila dibandingkan dengan rupiah levelnya pada akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah kita depresiasinya adalah 1,17% year to date—jadi mulai akhir Desember hingga 15 Oktober. Perlemahan 1,17% tersebut, ini juga masih lebih baik dibandingkan mata uang regional seperti Peso Filipina bahkan Dolar Taiwan dan Korean Won," ucapnya.
Ke depan, dia memprakirakan nilai tukar rupiah akan terus mengalami penguatan sejalan dengan menariknya imbal hasil, inflasi yang cenderung rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik.
Sri Mulyani menegaskan, seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan termasuk startegi operasi moneter dari Bank Indonesia yang pro market melalui SRBI, SVBI, dan SUVBI. Dengan demikian, aliran modal asing terus masuk untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
"Tentunya pondasi dan fundamental ekonomi dari sisi riil juga tetap di jaga oleh pemerintah seperti momentum pertumbuhan ekonomi, stabilitas dari sisi harga, inflasi yang rendah, dan penciptaan lapangan kerja," tutupnya.