Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setelah BREN Terdepak FTSE, Bagaimana Nasib 16.000 Investor Minoritas?

Saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) terjun bebas setelah terdepak dari indeks FTSE. Bagaimana nasib lebih dari 16.000 investor minoritas BREN?
Ana Noviani, Erta Darwati, Nyoman Ary Wahyudi
Selasa, 24 September 2024 | 06:40
Jajaran Direksi PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dan PT Pulau Subur Tbk. (PTPS) bersama Direksi Bursa Efek Indonesia dalam ceremony pencatatan perdana saham, Senin (9/10/2023). Saham BREN dibuka ARA di hari perdana perdagangannya. (Bisnis/Artha Adventy)
Jajaran Direksi PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dan PT Pulau Subur Tbk. (PTPS) bersama Direksi Bursa Efek Indonesia dalam ceremony pencatatan perdana saham, Senin (9/10/2023). Saham BREN dibuka ARA di hari perdana perdagangannya. (Bisnis/Artha Adventy)

Bisnis.com, JAKARTA —Polemik komposisi pemegang saham yang terkonsentrasi hanya pada empat pihak saja menghentikan langkah PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) untuk melaju di dalam indeks FTSE. Lantas, bagaimana nasib lebih dari 16.000 investor minoritas BREN di tengah anjloknya harga saham emiten holding panas bumi itu? 

Keputusan FTSE Russell terkait dengan rebalancing indeks FTSE Large Cap Indonesia menjadi sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan saham BREN dalam 4 bulan terakhir. 

Pada akhir Mei 2024, saham BREN mengalami euforia usai FTSE Russell mengumumkan bahwa saham BREN masuk dalam indeks bergensi itu untuk kategori large cap periode Juni 2024. BREN merangkak naik hingga menyentuh level Rp11.250 pada akhir perdagangan 22 Mei 2024. 

Namun, laju apresiasi saham BREN terhenti setelah PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenakan suspensi terhadap saham BREN selama dua hari sejak 22 Mei 2024. Setelah itu, BREN dijebloskan Bursa Efek Indonesia ke dalam papan pemantauan khusus (PPK) dengan mekanisme perdagangan full call auction (FCA). 

Keputusan BEI itu berbuntut panjang. FTSE Russell memutuskan untuk menunda masuknya saham BREN ke dalam indeks FTSE. 

Keputusan itu disampaikan FTSE Russell melalui pengumuman resmi pada awal Juni 2024. Dalam pengumuman tersebut, FTSE sedang mengevaluasi apakah aturan BEI mengenai PPK dengan mekanisme FCA menjadi bagian dalam peraturan dasar indeks FTSE. 

“Menunggu penelaahan kelayakan efek pada papan pemantauan khusus, FTSE Russell akan menunda perubahan tinjauan indeks berikut hingga pemberitahuan lebih lanjut,” tulis FTSE Russell.

Hasilnya sudah bisa diperkirakan. Kombinasi dari sentimen negatif FCA dan FTSE membuat saham BREN 'terjun bebas'. 

BREN tercatat menyentuh level Rp6.050 per saham pada 7 Juni 2024. Di posisi itu, BREN anjlok 46,22% dari level tertinggi Rp11.250 per saham. 

Pada 23 Agustus 2024, FTSE kembali mencuri perhatian investor setelah mengumumkan kocok ulang konstituen Indeks FTSE Global Equity Indonesia berdasarkan semi-annual review September 2024.

Lagi-lagi, saham BREN dimasukkan ke dalam indeks FTSE Large Cap Indonesia. Keputusan itu rencananya berlaku efektif mulai 23 September 2024. Kali ini, BREN tidak sendiri karena saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) ikut masuk dalam indeks yang menjadi acuan investor global itu. 

Rekor Harga Saham BREN

Euforia pun kembali menyelimuti saham BREN. Hingga BREN sempat menyentuh level harga tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) di posisi Rp11.900 per saham pada akhir perdagangan Rabu (11/9/2024). 

Namun, reli saham BREN berakhir setelah FTSE Russell mendepak saham BREN dari indeks FTSE Global All Cap Index lewat pengumuman resmi pada 19 September 2024. 

Kali ini, FTSE mempersoalkan komposisi pemegang saham BREN yang tidak memenuhi aturan ‘Free Float Restriction’ yang disusun lembaga finansial yang terafiliasi dengan London Stock Exhange Group (LSEG) itu. 

“BREN akan dihapus dari indeks FTSE Russell karena empat pemegang saham mengendalikan 97% dari total saham yang diterbitkan oleh Barito Renewables Energy,” tulis pengumuman FTSE. 

Kajian itu juga didasarkan pada 'FTSE Russell Recalculation Policy and Guidelines' untuk menghindari konsentrasi tinggi pemegang saham tertentu dalam saham yang masuk dalam konstituen indeks FTSE. Adapun, penghapusan saham BREN dari indeks FTSE akan efektif mulai 25 September 2024. 

Setelah BREN Terdepak FTSE, Bagaimana Nasib 16.000 Investor Minoritas?

Merujuk ‘Free Float Restrictions’ version 2.9 edisi Agustus 2024, FTSE mencantumkan ketentuan tentang batasan kepemilikan saham suatu pemegang saham maksimal sebesar 30%. 

“Kepemilikan portofolio, seperti dana pensiun, dana asuransi atau perusahaan investasi, pada umumnya tidak dianggap dibatasi. Namun, jika satu portofolio memiliki kepemilikan sebesar 30% atau lebih, hal ini akan dianggap strategis dan oleh karena itu dibatasi. Saham tersebut akan tetap dibatasi sampai kepemilikannya turun di bawah 30%.”

Pelaku pasar pun merespons negatif keputusan FTSE mendepak saham BREN. Saham BREN terperosok dua hari berturut-turut dengan menyentuh auto rejection bawah (ARB). 

Saham BREN anjlok 19,95% ke posisi Rp8.825 pada 20 September 2024 dan lanjut merosot dengan penurunan 19,83% ke posisi Rp7.075 pada Senin (23/9/2024). 

Manajemen BREN Buka Suara

Manajemen BREN buka suara terkait dengan kabar teranyar dari FTSE tersebut. Direktur & Corporate Secretary BREN Merly mengatakan saat ini sebagian besar saham BREN dikuasai empat pemegang saham utama yakni PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), Green Era Energy Pte Ltd (GE), Jupiter Tiger Holdings, dan Prime Hill Funds.

Dia menjelaskan bahwa kehadiran empat pemegang saham itu sudah ada sejak penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO).

Namun, Merly menjelaskan ada perubahan persentase kepemilikan saham BREN pada empat pemegang saham tersebut. Saat IPO keempatnya memiliki 97% saham BREN. Namun, terjadi perubahan dan kini tercatat 95,97%.

Lebih terperinci, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) menguasai 64,6% saham BREN dan Green Era Energy Pte Ltd (GE) menggenggam 23,6%. Porsi kepemilikan kedua pemegang saham itu tidak ada perubahan dari IPO hingga saat ini.

Di sisi lain, perubahan persentase kepemilikan saham terjadi pada Jupiter Tiger Holdings dari 4,36% menjadi 3,94% dan Prime Hill Funds dari 4,36% menjadi 3,76%.

Sebagai informasi, Barito Pacific merupakan perusahaan milik konglomerat Prajogo Pangestu. BRPT menjalankan bisnis di sektor petrokimia, energi, properti, dan lainnya. 

Bisnis petrokima dijalankan BRPT melalui PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), sedangkan properti salah satunya dioperasikan PT Griya Idola. Dengan menggenggam 64,67% saham, Barito Pacific menempati posisi sebagai pemegang saham pengendali BREN. 

Setali tiga uang, Green Era Pte. Ltd. juga terafiliasi dengan Prajogo Pangestu. Berdasarkan catatan Bisnis, Green Era Pte Ltd. membeli 33,33% saham Star Energy Group Holding Pte Ltd dari BCPG Thailand pada 10 Maret 2022.

Adapun, porsi saham BREN yang digenggam oleh Jupiter Tiger Holdings dan Prime Hill Funds masuk ke dalam bagian dari saham free float sesuai aturan Bursa Efek Indonesia. Sejak setelah IPO, Merly menyampaikan saham free float BREN stabil di level 11,73%. 

Meski begitu, jumlah pemegang saham free float BREN bergerak dinamis dalam 8 bulan terakhir. Merujuk data Biro Administrasi Efek PT Datindo Entrycom, jumlah pemegang saham BREN dengan kepemilikan di bawah 5% mencapai 28.313 pihak pada Januari 2024. 

Jumlahnya berangsur turun menjadi hanya 11.706 pihak pada Mei 2024. Selanjutnya, pemegang saham minoritas BREN mencapai 14.945 pihak pada Juni 2024, 21.572 pihak pada Juli 2024, dan 16.401 pihak pada Agustus 2024. 

Para pihak itu berbagi 15.694.413.334 saham BREN atau setara dengan 11,73% dari total modal ditempatkan dan disetor BREN. 

Namun, jumlah itu sudah termasuk porsi saham BREN milik Jupiter Tiger Holdings sebesar 3,94% dan Prime Hill Funds sebanyak 3,76%. Artinya, sisa 4,03% saham publik BREN diperebutkan oleh sekitar 16.399 pihak investor minoritas lainnya. 

Rekomendasi untuk Investor Minoritas BREN

Lantas bagaimana nasib lebih dari 16.000 investor minoritas BREN di tengah gejolak saham induk usaha Star Energy Geothermal itu? Sejumlah analis yang dihubungi Bisnis punya sudut pandang dan rekomendasi yang berbeda. 

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengatakan selepas penilian FTSE Russel, saham BREN cenderung terkoreksi pada jangka pendek.

Selain itu, Miftahul menambahkan, sentimen negatif dari FTSE Russel itu juga berimbas terhadap pergerakan saham afiliasi Prajogo Pangestu lainnya, seperti PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN).

“Untuk saat ini kami terlebih dahulu merekomendasikan wait and see untuk saham BREN,” kata Miftahul saat dihubungi Bisnis, Jumat (20/9/2024).

Ihwal penilaian dari FTSE itu, Miftahul berpendapat, pemegang saham pengendali dan asosiasi yang mengusasi 97% dari total saham yang diterbitkan oleh BREN bakal mengoreksi likuiditas perseroan.

“Dengan kepemilikan yang terkonsentrasi, dinilai FTSE membuat likuiditas saham BREN menjadi rendah,” kata Miftahul.

Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan masih ada peluang speculative buy di tengah kontraksi saham BREN pada penutupan perdagangan pekan ini.

“BREN semestinya bisa speculative buy karena tertahan di up channel support. Adapun, gap resistance berada pada Rp10.725,” kata Nafan saat dihubungi Bisnis, baru-baru ini.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper