Bisnis.com, JAKARTA — Konsultan raksasa McKinsey & Co. mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 360 karyawan, akibat mengalami permintaan yang melambat atas layanannya.
Pemangkasan ini terjadi global dan berdampak pada karyawan di berbagai divisi termasuk desain, teknik data, cloud, dan perangkat lunak. Pemangkasan ini diperkirakan berdampak pada sekitar 3% dari 12.000 staf yang dianggap memiliki keahlian teknis yang bekerja bersama konsultan tradisional perusahaan.
“Kami berinvestasi untuk mengembangkan kemampuan yang sesuai dengan prioritas klien kami, dan menyesuaikan ukuran sejumlah kecil klien lainnya jika diperlukan,” jelas juru bicara McKinsey, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (11/4/2024).
Lanjutnya, dia berpendapat bahwa sebagai bagian dari proses tersebut, maka beberapa peran akan dihilangkan dan menyesuaikan ukuran sejumlah klien kecil lainnya.
Menurut sumber yang mengetahui permasalahan ini, konsultan tradisional tidak akan terpengaruh dari PHK ini. Berdasarkan situs resminya, McKinsey memiliki lebih dari 45.000 staf di 130 kota di seluruh dunia.
McKinsey juga tengah berjuang menghadapi reaksi politik yang sengit di Amerika Serikat (AS) atas pekerjaannya di Arab Saudi dan China, telah menjadi penasihat berbagai organisasi mulai dari Pentagon AS hingga Ping An Insurance (Group) Co.
Baca Juga
Kemudian, setelah masa booming pandemi yang mendorong banyaknya perekrutan di industri konsultan seperti Ernst & Young dan PricewaterhouseCoopers, yang setelahnya terpaksa melakukan PHK karena semakin banyak klien yang menunda investasi jangka panjang.
Meskipun pada tahun lalu McKinsey menghasilkan rekor pendapatan US$16 miliar atau Rp255 triliun, perusahaan telah memperingatkan 3.000 konsultannya bahwa kinerja mereka tidak memuaskan dan perlu ditingkatkan.
Lalu, dalam beberapa pekan terakhir McKinsey menawarkan staf di Inggris untuk menerima gaji sembilan bulan sebagai imbalan atas kepergian mereka.