Bisnis.com, JAKARTA - Sektor perkebunan sawit diyakini akan membukukan kinerja cemerlang pada tahun ini seiring kelanjutan tren kelangkaan pasokan dan tren harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang tinggi.
SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan prospek emiten perkebunan pada tahun 2022 masih cukup positif. Hal ini salah satunya ditopang oleh tersendatnya rantai pasokan global yang disebabkan oleh pandemi virus corona.
Selain itu, harga CPO juga diprediksi akan berada di level yang tinggi seiring dengan siklus cuaca yang akan menghambat proses penanaman dan panen sawit di awal 2022. Sentimen ini akan memperpanjang kelangkaan CPO setidaknya selama 6 bulan pertama.
Meski demikian, prospek emiten di sektor ini juga dibayangi oleh sejumlah sentimen negatif. Salah satu sentimen yang akan menekan performa saham emiten perkebunan adalah isu environmental, social and governance (ESG) yang mulai populer belakangan ini.
Janson memaparkan, perusahaan pengelola dana (fund manager) tengah menghadapi tekanan untuk perusahaan sawit dari sisi ESG. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh perang dagang antara komoditas sawit dengan biji kedelai dan biji matahari.
“Dengan supply shock yang tidak separah batu bara dan tekanan sentimen ESG, upside sektor sawit menurut saya tidak sebaik komoditas lain seperti batu bara,” ujarnya saat dihubungi pekan ini.
Baca Juga
Janson memprediksi, pergerakan harga CPO akan tetap bullish sepanjang tahun 2022. Hal tersebut akan berimbas positif terhadap kinerja emiten-emiten perkebunan.
Seiring dengan hal tersebut, Janson memproyeksikan harga CPO akan berada di atas 4.200 ringgit per ton.
Adapun, saham yang menjadi rekomendasi Janson di tahun 2022 adalah LSIP. Menurutnya, LSIP saat ini menjadi satu-satunya saham di sektor perkebunan yang menarik karena kinerja keuangan yang sehat dan tidak adanya utang yang ditanggung perusahaan.
“Rekomendasi saya buy on weakness pada level Rp1.150 dengan target harga Rp1.500,” katanya.