Bisnis.com, JAKARTA— Nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,52% atau 70 poin ke Rp13.370 per dolar AS pada perdagangan Selasa (6/12/2016).
Penguatan mata uang Garuda itu terjadi saat mata uang di kawasan regional Asia ditransaksikan beragam.
Adapun indeks dolar AS melemah 0,04% ke 100,05.
Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang hari ini kurs rupiah bergerak di kisaran Rp13.340/US$ hingga Rp13.424/US$.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) terapresiasi 0,82% atau 111 poin ke level Rp13.405/US$.
Adapun, kurs transaksi BI dipatok Rp13.472/US$ untuk kurs jual dan Rp13.338/US$ untuk kurs beli.
Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian menilai penguatan rupiah terjadi seiring dengan masuknya kembali modal asing terutama ke pasar obligasi.
“Masih story (seperti kemarin),” kata saat dihubungi hari ini, Selasa (6/12/2016).
Dia mengemukakan aliran dana ke pasar obligasi seminggu terakhir sudah kembali. Arus masuk ke pasar obligasi dalam negeri terjadi sejak pasar menilai yield SUN Indonesia sudah atraktif.
“Pasar sudah fairly valued kemungkinan kenaikan Fed Rate di Desember ini,” kata Fakhrul.
Seperti diketahui sepanjang tahun berjalan, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tercatat paling tinggi di Asia, meski sudah turun 68,2 basis poin.
Berdasarkan data Asia Bonds Online, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun telah turun 68,2 basis poin ke level 8,06% sejak awal tahun hingga penutupan perdagangan pada 5 Desember 2016. Bahkan, yield obligasi RI pernah turun hingga menyentuh level di bawah 7% tahun ini.
Di Asia, penurunan yield obligasi yang cukup drastis dialami oleh obligasi Vietnam yang turun 95 basis poin menjadi 6,22%. Kemudian, obligasi Singapura juga mengalami penurunan 19,3 basis poin ke 2,40%. Yiled obligasi Hong Kong dan Jepang juga mengalami penurunan.
Sementara itu, yield obligasi Filipina tercatat mengalami kenaikan paling tinggi yakni hingga 112,5 basis poin ke 5,22%. Kemudian, yield obligasi Thailand naik 21,3 basis poin ke 2,71%.
“Real yield kita yang tertinggi di Asean. Once risk on kembali, flow dana asing pasti prioritaskan Indonesia lagi,” kata Fakhrul.