Analis PT Asanusa Aset Management Akuntino Mandhany mengatakan investor perlu mengukur lamanya jangka waktu investasi di saham-saham sektor energi dan tambang. Begitu pula dengan faktor risiko yang mampu ditanggung, bisa masuk secara bertahap.
Tidak hanya itu, investor juga perlu mencermati kinerja masing-masing emiten yang tengah dibidik. Penyebab emiten tersebut kinerjanya terpukul, haruslah diketahui dan diperhitungkan dengan cermat.
Bagi emiten yang memiliki biaya produksi minyak pada kisaran US$25-US$30 per barel, keputusan terbaik adalah menghentikan produksi. Tetapi tentu saja, kinerja perseroan bakal tertekan.
Terlebih lagi, emiten yang memiliki utang menggunung, dipastikan bakal menambah berat beban keuangannya. Efisiensi menjadi sebuah keniscayaan bagi emiten tambang energi dan migas.
Manajemen emiten tambang harus memutar otak. Mereka harus melakukan diversifikasi usaha ketimbang menutup perusahaan seperti yang banyak terjadi di luar negeri, lantaran biaya produksi lebih tinggi dibandingkan dengan yield serta revenue yang didapatkan.
"Kalau utangnya tinggi, emiten bisa default. Kalau kami, lebih suka efisiensi. Diversifikasi bisnis untuk sekarang itu harus dilakukan agar memiliki eksposur lain," paparnya. ()