Saat ini, pelanggan dan masyarakat hanya bisa menunggu kelanjutan dari perjalanan operator yang identik dengan warna hijau ini.
Apakah mereka akan mulai menggelar layanan 4G LTE layaknya operator telekomunikasi lain? Atau mengeluarkan strategi lain namun dengan brand yang sama yakni Esia? Hanya BTEL yang mengetahui jawabannya.
Bisnis jasa telekomunikasi CDMA terus merosot, begitu pula Bakrie Telecom. Pada semester I/2015 emiten berkode saham BTEL itu mendulang rugi bersih Rp2,36 triliun, melonjak 651% dari semester I/2014 senilai Rp315,46 miliar.
Bottom line yang terpuruk disebabkan beban yang membengkak disertai pendapatan yang longsor. Selama Januari-Juni 2015, pendapatan BTEL jatuh 63,55% menjadi Rp338,2 miliar dari periode sama tahun sebelumnya Rp927,96 miliar.
Beban usaha yang dibukukan BTEL membengkak menjadi Rp1,66 triliun dari sebelumnya Rp898,59 miliar. Alhasil, rugi usaha yang diderita BTEL kian dalam menjadi Rp1,43 triliun.
Hingga 30 Juni 2015, total aset Bakrie Telecom mencapai Rp6,21 triliun dari akhir tahun lalu Rp7,58 triliun. Liabilitas mencapai Rp12,49 triliun dari Rp11,46 triliun dengan defisiensi modal Rp6,28 triliun lebih tinggi dari Rp3,87 triliun.