Beberapa bukti kunci atas “sesuatu yang melebihi China” datang dari pasar negara berkembang lainnya (emerging markets), mulai dari Malaysia hingga Meksiko yang juga menerima dampaknya. Mata uang serta harga saham dan obligasi di negara-negara tersebut jatuh secara drastis sepanjang minggu terakhir. Beberapa penurunan tersebut lebih menggambarkan kondisi perekonomian China. Namun beberapa lainnya menunjukkan hal yang lebih besar.
Efek ‘taper tantrum’ awalnya terjadi di tahun 2013. Julukan tersebut terkesan manis untuk suatu keadaan ketika pasar keuangan global sontak berteriak secara bersamaan atas kebijakan The Fed mengenai tapering (pengurangan pembelian obligasi secara bertahap) melalui quantitative easing (pelonggaran kuantitatif) – atau lebih jelasnya, ketika The Fed akan melonggarkan penempatan uangnya ke dalam sistem finansial. Pada Oktober 2014, terjadi gejolak serupa yang mendekati, ketika rencana the Fed untuk menaikkan tingkat bunga di tahun 2015 menjadi lebih nyata.
Kebijakan pelonggaran uang the Fed telah memotivasi para investor global mencari surat-surat berharga dengan imbal hasil yang lebih tinggi, yang mereka temukan di banyak pasar negara berkembang. Aliran uang yang masuk dengan cepat ke negara-negara tersebut demi return yang lebih baik sepanjang tahun 2010 hingga 2013, telah memacu harga aset.
Namun seiring dengan mendekatnya akhir dari era dolar dengan nilai yang lebih rendah, aliran uang tersebut telah memicu dan menciptakan gejolak pada suku bunga dan penurunan terhadap pasar-pasar negara berkembang tersebut.