Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai rencana penerapan batas minimum porsi saham publik yang beredar di pasar (free float) berpengaruh positif kepada likuiditas perusahaan yang baru akan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto menuturkan rencana penerapan free float 15%-20% dinilai merupakan persentase yang tepat untuk penawaran saham perdana (primary).
Bila lebih dari itu, emiten khawatir malah akan mengganggu rencana pelepasan saham berikutnya (secondary), seperti private placement atau rights issue.
“Untuk free float, naik tetapi jangan terlalu banyak. Ini kan ada primary dan secondary. Untuk menemukan equilibrum-nya kan di pasar,” ujarnya seperti diberitakan Bisnis Indonesia, Rabu (22/1/2014).
Dengan kebijakan tersebut, dia berharap ketersediaan saham di publik menjadi lebih banyak lagi. Artinya, investor bisa mengakses lebih banyak.
Saat IPO, ujar Airlangga, suatu emiten ingin mengetahui besaran harga perusahaan di pasar. Setelah tahu harga, maka mereka akan melanjutkan pelepasan saham perseroan dengan rights issue.
“Jangan sampai kemungkinan rights issue terganggu karena permintaan float-nya terlalu tinggi,” tuturnya.