Bisnis.com, JAKARTA – Kendati sejumlah perjanjian dagang, seperti IEU-CEPA dan tarif 19% AS terhadap Indonesia dinilai bakal memberikan dampak positif terhadap kinerja emiten sawit dalam negeri, namun beberapa tantangan yang membayangi kinerja emiten sawit.
Adapun penyelesaian perundingan IEU-CEPA secara resmi diumumkan dalam pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen di Brussel, Belgia pada Minggu (13/7/2025).
Komitmen bersama ini tercapai setelah Indonesia melakukan 19 kali perundingan dengan Uni Eropa dalam kurun waktu hampir 1 dekade. Syahdan, kesepakatan ini ditargetkan rampung dan ditandatangani kedua pihak pada September mendatang.
Secara umum, IEU-CEPA memungkinkan perdagangan Indonesia dan Uni Eropa menjadi bebas tarif atau 0%. Presiden Prabowo Subianto menyebut hampir semua produk yang diperdagangkan menjadi nol tarif, meski tidak memerinci komoditas yang dimaksud.
Para analis menilai, komoditas kelapa sawit bakal terdongkrak dari perjanjian dagang Indonesia dengan Uni Eropa. Selain itu, sektor CPO juga diprediksi bakal positif selepas keputusan tarif 19% AS terhadap Indonesia, yang membuat Indonesia memiliki harga yang lebih kompetitif dibandingkan Malaysia yang mendapatkan tarif sebesar 25%.
Meskipun begitu, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia menerangkan, sejumlah tantangan tetap membayangi kinerja sektor sawit. Aturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) misalnya, berpotensi menghambat kinerja emiten sawit dalam negeri yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
Baca Juga
Hal itu menurut Liza bakal mengurangi potensi pasar ekspor Indonesia ke Eropa, yang dinilai bakal menghambat bahkan menekan kinerja eksportir dalam negeri.
Senada, Pengamat Pasar Modal Panin Sekuritas Reydi Octa menerangkan, EUDR bakal menjadi salah satu penekan kinerja emiten sawit dalam negeri. Dia menilai, potensi kehilangan pasar ekspor akan semakin besar jika emiten sawit dalam negeri tidak segera menyesuaikan diri terhadap keberlanjutan.
"Bagi perusahaan yang tidak siap secara keberlanjutan dan pelacakan rantai pasok, risiko kehilangan pasar ekspor Eropa makin tinggi," katanya, dikutip Minggu (20/7/2025).
Satu sisi, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su menilai, perjanjian IEU-CEPA tidak hanya mampu mendongkrak penjualan ekspor kelapa sawit. Tetapi, mampu mendorong transformasi industri sawit Indonesia ke arah yang lebih berkelanjutan.
Menurutnya, hal ini mesti dimanfaatkan oleh emiten sawit dalam negeri untuk mendorong industri sawit ke arah yang lebih berkelanjutan dan memiliki nilai tambah.
“Dengan adanya insentif akses pasar ke Eropa, emiten sawit berpeluang meningkatkan investasi di sektor hilir dan mempercepat sertifikasi berkelanjutan seperti ISPO [Indonesian Sustainable Palm Oil] dan RSPO [Roundtable on Sustainable Palm Oil],” katanya saat dihubungi, dikutip Minggu (20/7/2025).
Dengan perspektif keberlanjutan melalui beragam sertifikasi, hal ini dinilai bakal memperbaiki persepsi global terhadap industri sawit di Indonesia.
Secara jangka panjang, hal ini dinilai bakal menciptakan diferensiasi produk sawit Indonesia hingga memperluas segmen pasar global bagi produk sawit dalam negeri.“Bahkan membuka peluang bagi kemitraan strategis dengan perusahaan agribisnis global yang fokus pada sustainability,” katanya.
Selain itu juga tantangan datang dari skema bea keluar dan pungutan ekspor yang diwajibkan terhadap perusahaan sawit. Teranyar, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) sebesar US$856,38 per metrik ton (MT) untuk periode Juni 2025.
“Skema ini berdampak langsung ke margin eksportir, terutama emiten yang belum terintegrasi ke hilir,” kata Liza saat dihubungi, dikutip Minggu (20/7/2025).
Meskipun begitu, para analis masih mempertahankan proyeksi yang positif terhadap kinerja emiten sawit secara jangka menengah. Hal ini menyusul beragam perjanjian dagang yang diteken oleh Indonesia.
Panin Sekuritas misalnya, memberikan rekomendasi terhadap saham AALI, TAPG, DSNG, STAA, SSMS, TBLA, hingga SIMP, yang dinilai memiliki prospek jangka menengah yang solid dan fundamental yang kuat di tengah beragam katalis positif dalam negeri.